3 hari
7 hari
25 hari
40 hari
100 hari
1000 Hari
Tak henti-hentinya Wahabi Salafi menyalahkan Amaliyah ASWAJA, khususnya di Indonesia ini. Salah satu yang paling sering juga mereka fitnah adalah Tahlilan yang menurutnya tidak berdasarkan Dalil bahkan dianggap rujukannya dari kitab Agama Hindu. Untuk itu, kali ini saya tunjukkan Dalil-Dalil Tahlilan 3, 7, 25, 40, 100, Setahun & 1000 Hari dari Kitab Ulama Ahlussunnah wal Jamaah, bukan kitab dari agama hindu sebagaimana tuduhan fitnah kaum WAHABI
ﻗﺎﻝ ﺍﻟﻨﺒﻲ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻫﺪﻳﺔ ﺇﻟﻰﺍﻟﻤﻮتى
ﻭﻗﺎﻝ ﻋﻤﺮ : ﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﺑﻌﺪ ﺍﻟﺪﻓن ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﻰ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺳﺒﻌﺔ ﺃﻳﺎﻡ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻳﻮﻡ ﺍﻟﺴﺎﺑﻊ ﻳﺒﻘﻰ ﺛﻮﺍﺑﻬﺎ ﺇﻟﻰ ﺧﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺨﻤﺲ ﻭﻋﺸﺮﻳﻦ ﺇﻟﻰ ﺃﺭﺑﻌﻴﻦ ﻳﻮﻣﺎ ﻭﻣﻦ ﺍﻷﺭﺑﻌﻴﻦ ﺇﻟﻰ ﻣﺎﺋﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﻤﺎﺋﺔ ﺇﻟﻰ ﺳﻨﺔ ﻭﻣﻦ ﺍﻟﺴﻨﺔ ﺇﻟﻰ ﺃﻟﻒ عام (الحاوي للفتاوي ,ج:۲,ص: ١٩٨
Rasulullah saw bersabda: “Doa dan shodaqoh itu hadiah kepada mayyit.”
Berkata Umar: “shodaqoh setelah kematian maka pahalanya sampai tiga hari dan shodaqoh dalam tiga hari akan tetap kekal pahalanya sampai tujuh hari, dan shodaqoh di hari ke tujuh akan kekal pahalanya sampai 25 hari dan dari pahala 25 sampai 40 harinya lalu sedekah dihari ke 40 akan kekal hingga 100 hari dan dari 100 hari akan sampai kepada satu tahun dan dari satu tahun sampailah kekalnya pahala itu hingga 1000 hari.”
Referensi : (Al-Hawi lil Fatawi Juz 2 Hal 198)
Jumlah-jumlah harinya (3, 7, 25, 40, 100, setahun & 1000 hari) jelas ada dalilnya, sejak kapan agama Hindu ada Tahlilan ?
Berkumpul ngirim doa adalah bentuk shodaqoh buat mayyit.
ﻓﻠﻤﺎ ﺍﺣﺘﻀﺮﻋﻤﺮ ﺃﻣﺮ ﺻﻬﻴﺒﺎ ﺃﻥ ﻳﺼﻠﻲ ﺑﺎﻟﻨﺎﺱ ﺛﻼﺛﺔ ﺃﻳﺎﻡ ، ﻭﺃﻣﺮ ﺃﻥ ﻳﺠﻌﻞ ﻟﻠﻨﺎﺱ ﻃﻌﺎما، ﻓﻴﻄﻌﻤﻮﺍ ﺣﺘﻰ ﻳﺴﺘﺨﻠﻔﻮﺍ ﺇﻧﺴﺎﻧﺎ ، ﻓﻠﻤﺎ ﺭﺟﻌﻮﺍ ﻣﻦ ﺍﻟﺠﻨﺎﺯﺓ ﺟﺊ ﺑﺎﻟﻄﻌﺎﻡ ﻭﻭﺿﻌﺖ ﺍﻟﻤﻮﺍﺋﺪ ! ﻓﺄﻣﺴﻚ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﻋﻨﻬﺎ ﻟﻠﺤﺰﻥ ﺍﻟﺬﻱ ﻫﻢ ﻓﻴﻪ ، ﻓﻘﺎﻝ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﺑﻦ ﻋﺒﺪ ﺍﻟﻤﻄﻠﺐ : ﺃﻳﻬﺎ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺇﻥ ﺭﺳﻮﻝ ﺍﻟﻠﻪ ﺻﻠﻰ ﺍﻟﻠﻪ ﻋﻠﻴﻪ ﻭﺳﻠﻢ ﻗﺪ ﻣﺎﺕ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﻣﺎﺕ ﺃﺑﻮ ﺑﻜﺮ ﻓﺄﻛﻠﻨﺎ ﺑﻌﺪﻩ ﻭﺷﺮﺑﻨﺎ ﻭﺇﻧﻪ ﻻﺑﺪ ﻣﻦ ﺍﻻﺟﻞ ﻓﻜﻠﻮﺍ ﻣﻦ ﻫﺬﺍ ﺍﻟﻄﻌﺎﻡ ، ﺛﻢ ﻣﺪ ﺍﻟﻌﺒﺎﺱ ﻳﺪﻩ ﻓﺄﻛﻞ ﻭﻣﺪ ﺍﻟﻨﺎﺱ ﺃﻳﺪﻳﻬﻢ ﻓﺄﻛﻠﻮﺍ
Ketika Umar sebelum wafatnya, ia memerintahkan pada Shuhaib untuk memimpin shalat, dan memberi makan para tamu selama 3 hari hingga mereka memilih seseorang, maka ketika hidangan–hidangan ditaruhkan, orang – orang tak mau makan karena sedihnya, maka berkatalah Abbas bin Abdulmuttalib:
Wahai hadirin.. sungguh telah wafat Rasulullah saw dan kita makan dan minum setelahnya, lalu wafat Abubakar dan kita makan dan minum sesudahnya, dan ajal itu adalah hal yang pasti, maka makanlah makanan ini..!”, lalu beliau mengulurkan tangannya dan makan, maka orang–orang pun mengulurkan tangannya masing–masing dan makan.
Referensi: [Al Fawaidussyahiir Li Abi Bakar Assyafii juz 1 hal 288, Kanzul ummaal fii sunanil aqwaal wal af’al Juz 13 hal 309, Thabaqat Al Kubra Li Ibn Sa’d Juz 4 hal 29, Tarikh Dimasyq juz 26 hal 373, Al Makrifah wattaarikh Juz 1 hal 110]
Kemudian dalam kitab Imam As Suyuthi, Al-Hawi li al-Fatawi:
ﻗﺎﻝ ﻃﺎﻭﻭﺱ : ﺍﻥ ﺍﻟﻤﻮﺗﻰ ﻳﻔﺘﻨﻮﻥ ﻓﻲ ﻗﺒﻮﺭﻫﻢ ﺳﺒﻌﺎ ﻓﻜﺎﻧﻮﺍ ﻳﺴﺘﺤﺒﻮﻥ ﺍﻥ ﻳﻄﻌﻤﻮﺍ ﻋﻨﻬﻢ ﺗﻠﻚ ﺍﻻﻳﺎﻡ
Imam Thawus berkata: “Sungguh orang-orang yang telah meninggal dunia difitnah dalam kuburan mereka selama tujuh hari, maka mereka (sahabat) gemar menghidangkan makanan sebagai ganti dari mereka yang telah meninggal dunia pada hari-hari tersebut.”
ﻋﻦ ﻋﺒﻴﺪ ﺑﻦ ﻋﻤﻴﺮ ﻗﺎﻝ : ﻳﻔﺘﻦ ﺭﺟﻼﻥ ﻣﺆﻣﻦ ﻭﻣﻨﺎﻓﻖ , ﻓﺎﻣﺎ ﺍﻟﻤﺆﻣﻦ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺳﺒﻌﺎ ﻭﺍﻣﺎﺍﻟﻤﻨﺎﻓﻖ ﻓﻴﻔﺘﻦ ﺍﺭﺑﻌﻴﻦ ﺻﺒﺎﺣﺎ
Dari Ubaid bin Umair ia berkata: “Dua orang yakni seorang mukmin dan seorang munafiq memperoleh fitnah kubur. Adapun seorang mukmin maka ia difitnah selama tujuh hari, sedangkan seorang munafiq disiksa selama empat puluh hari.”
Dalam tafsir Ibn Katsir (Abul Fida Ibn Katsir al Dimasyqi Al Syafi’i) 774 H beliau mengomentari ayat 39 surah an Najm (IV/236: Dar el Quthb), beliau mengatakan Imam Syafi’i berkata bahwa tidak sampai pahala itu, tapi di akhir2 nya beliau berkomentar lagi
ﻓﺄﻣﺎ ﺍﻟﺪﻋﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼﺪﻗﺔ ﻓﺬﺍﻙ ﻣﺠﻤﻊ ﻋﻠﻰ ﻭﺻﻮﻟﻬﻤﺎ ﻭﻣﻨﺼﻮﺹ ﻣﻦ ﺍﻟﺸﺎﺭﻉ ﻋﻠﻴﻬﻤﺎ
bacaan alquran yang dihadiahkan kepada mayit itu sampai, Menurut Imam Syafi’i pada waktu beliau masih di Madinah dan di Baghdad, qaul beliau sama dengan Imam Malik dan Imam Hanafi, bahwa bacaan al-Quran tidak sampai ke mayit, Setelah beliau pindah ke mesir, beliau ralat perkataan itu dengan mengatakan bacaan alquran yang dihadiahkan ke mayit itu sampai dengan ditambah berdoa “Allahumma awshil.…dst.”, lalu murid beliau Imam Ahmad dan kumpulan murid2 Imam Syafi’i yang lain berfatwa bahwa bacaan alquran sampai.
Pandangan Hanabilah, Taqiyuddin Muhammad ibnu Ahmad ibnu Abdul Halim (yang lebih populer dengan julukan Ibnu Taimiyah dari madzhab Hambali) menjelaskan:
ﺍَﻣَّﺎ ﺍﻟﺼَّﺪَﻗَﺔُ ﻋَﻦِ ﺍﻟْﻤَﻴِّﺖِ ﻓَـِﺎﻧَّﻪُ ﻳَﻨْـﺘَـﻔِﻊُ ﺑِﻬَﺎ ﺑِﺎﺗِّـﻔَﺎﻕِ ﺍﻟْﻤُﺴْﻠِﻤِﻴْﻦَ. ﻭَﻗَﺪْ ﻭَﺭَﺩَﺕْ ﺑِﺬٰﻟِﻚَ ﻋَﻦِ ﺍﻟﻨَّﺒِﻲِّ ﺻَﻠَّﻰ ﺍﻟﻠﻪ ُﻋَﻠَﻴْﻪِ ﻭَﺳَﻠَّﻢَ ﺍَﺣَﺎ ﺩِﻳْﺚُ ﺻَﺤِﻴْﺤَﺔٌ ﻣِﺜْﻞُ ﻗَﻮْﻝِ ﺳَﻌْﺪٍ ( ﻳَﺎ ﺭَﺳُﻮْﻝَ ﺍﻟﻠﻪِ ﺍِﻥَّ ﺍُﻣِّﻲْ ﺍُﻓْﺘـُﻠِﺘـَﺖْ ﻧَﻔْﺴُﻬَﺎ ﻭَﺍَﺭَﺍﻫَﺎ ﻟَﻮْ ﺗَـﻜَﻠَّﻤَﺖْ ﺗَﺼَﺪَّﻗَﺖْ ﻓَﻬَﻞْ ﻳَﻨْـﻔَـﻌُﻬَﺎ ﺍَﻥْ ﺍَﺗَـﺼَﺪَّﻕَ ﻋَﻨْﻬَﺎ ؟ ﻓَﻘَﺎﻝَ: ﻧَـﻌَﻢْ , ﻭَﻛَﺬٰﻟِﻚَ ﻳَـﻨْـﻔَـﻌُﻪُ ﺍﻟْﺤَﺞُّ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍْﻻُ ﺿْﺤِﻴَﺔُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟْﻌِﺘْﻖُ ﻋَﻨْﻪُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﻭَﺍْﻻِﺳْﺘِـْﻐﻒُﺭﺍَ ﻟَﻪُ ﺑِﻼَ ﻧِﺰﺍَﻉٍ ﺑَﻴْﻦَ ﺍْﻷَﺋِﻤَّﺔِ .
“Adapun sedekah untuk mayit, maka ia bisa mengambil manfaat berdasarkan kesepakatan umat Islam, semua itu terkandung dalam beberapa hadits shahih dari Nabi Saw. seperti perkataan sahabat Sa’ad “Ya Rasulallah sesungguhnya ibuku telah wafat, dan aku berpendapat jika ibuku masih hidup pasti ia bersedekah, apakah bermanfaat jika aku bersedekah sebagai gantinya?” maka Beliau menjawab “Ya”, begitu juga bermanfaat bagi mayit: haji, qurban, memerdekakan budak, do’a dan istighfar kepadanya, yang ini tanpa perselisihan di antara para imam”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/314-315)
Ibnu Taimiyah juga menjelaskan perihal diperbolehkannya menyampaikan hadiah pahala shalat, puasa dan bacaan al-Qur’an kepada:
ﻓَﺎِﺫَﺍ ﺍُﻫْﺪِﻱَ ﻟِﻤَﻴِّﺖٍ ﺛَﻮَﺍﺏُ ﺻِﻴﺎَﻡٍ ﺍَﻭْ ﺻَﻼَﺓٍ ﺍَﻭْ ﻗِﺮَﺋَﺔٍ ﺟَﺎﺯَ ﺫَﻟِﻚَ
Artinya: “jika saja dihadiahkan kepada mayit pahala puasa, pahala shalat atau pahala bacaan (al-Qur’an / kalimah thayyibah) maka hukumnya diperbolehkan”.
Referensi : (Majmu’ al-Fatawa: XXIV/322)
Al-Imam Abu Zakariya Muhyiddin Ibn al-Syarof, dari madzhab Syafi’i yang terkenal dengan panggilan Imam Nawawi menegaskan;
ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻤْﻜُﺚَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ ﺑَﻌْﺪَ ﺍﻟﺪُّﻓْﻦِ ﺳَﺎﻋَـﺔً ﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻠْﻤَﻴِّﺖِ ﻭَﻳَﺴْﺘَﻐْﻔِﺮُﻝُﻩَ. ﻧَـﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎﻓِﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ ﻗَﺎﻟﻮُﺍ: ﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَـﻘْﺮَﺃَ ﻋِﻨْﺪَﻩُ ﺷَﻴْﺊٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃَﻥِ ﻭَﺍِﻥْ خَتَمُوْا اْلقُرْآنَ كَانَ اَفْضَلَ ) المجموع جز 5 ص 258(
“Disunnahkan untuk diam sesaat di samping kubur setelah menguburkan mayit untuk mendo’akan dan memohonkan ampunan kepadanya”, pendapat ini disetujui oleh Imam Syafi’i dan pengikut-pengikutnya, dan bahkan pengikut Imam Syafi’i mengatakan “sunnah dibacakan beberapa ayat al-Qur’an di samping kubur si mayit, dan lebih utama jika sampai mengha tamkan al-Qur’an”.
Selain paparannya di atas Imam Nawawi juga memberikan penjelasan yang lain seperti tertera di bawah ini;
ﻭَﻳُـﺴْـﺘَﺤَﺐُّ ﻟِﻠﺰَّﺍﺋِﺮِ ﺍَﻥْ ﻳُﺴَﻠِّﻢَ ﻋَﻠﻰَ ﺍْﻟﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟِﻤَﻦْ ﻳَﺰُﻭْﺭُﻩُ ﻭَﻟِﺠَﻤِﻴْﻊِ ﺍَﻫْﻞِ ﺍْﻟﻤَﻘْﺒَﺮَﺓِ. ﻭَﺍْﻻَﻓْﻀَﻞُ ﺍَﻥْ ﻳَﻜُﻮْﻥَ ﺍﻟﺴَّﻼَﻡُ ﻭَﺍﻟﺪُّﻋَﺎﺀُ ﺑِﻤَﺎ ﺛَﺒـَﺖَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﺤَﺪِﻳْﺚِ ﻭَﻳُﺴْـﺘَـﺤَﺐُّ ﺍَﻥْ ﻳَﻘْﺮَﺃَ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻘُﺮْﺃٰﻥِ ﻣَﺎ ﺗَﻴَﺴَّﺮَ ﻭَﻳَﺪْﻋُﻮْ ﻟَﻬُﻢْ ﻋَﻘِﺒَﻬَﺎ ﻭَﻧَﺺَّ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓﻌِﻰُّ ﻭَﺍﺗَّﻔَﻖَ ﻋَﻠَﻴْﻪِ ﺍْﻻَﺻْﺤَﺎﺏُ. (ﺍﻟﻤﺠﻤﻮﻉ ﺟﺰ 5 ص 258 )
“Dan disunnahkan bagi peziarah kubur untuk memberikan salam atas (penghuni) kubur dan mendo’akan kepada mayit yang diziarahi dan kepada semua penghuni kubur, salam dan do’a itu akan lebih sempurna dan lebih utama jika menggunakan apa yang sudah dituntunkan atau diajarkan dari Nabi Muhammad Saw. dan disunnahkan pula membaca al-Qur’an semampunya dan diakhiri dengan berdo’a untuknya, keterangan ini dinash oleh Imam Syafi’i (dalam kitab al-Um) dan telah disepakati oleh pengikut-pengikutnya”.
Referensi : (al-Majmu’ Syarh al-Muhadzab, V/258)
Al-‘Allamah al-Imam Muwaffiquddin ibn Qudamah dari madzhab Hambali mengemukakan pendapatnya dan pendapat Imam Ahmad bin Hanbal
ﻗَﺎﻝَ : ﻭَﻻَ ﺑَﺄْﺱَ ﺑِﺎﻟْﻘِﺮﺍَﺀَﺓِ ﻋِﻨْﺪَ ﺍْﻟﻘَﺒْﺮِ . ﻭَﻗَﺪْ ﺭُﻭِﻱَ ﻋَﻦْ ﺍَﺣْﻤَﺪَ ﺍَﻧَّـﻪُ ﻗَﺎﻝَ: ﺍِﺫﺍَ ﺩَﺧَﻠْﺘﻢُ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮَ ﺍِﻗْﺮَﺋُﻮْﺍ ﺍَﻳـَﺔَ ﺍْﻟﻜُـْﺮﺳِﻰِّ ﺛَﻼَﺙَ ﻣِﺮَﺍﺭٍ ﻭَﻗُﻞْ ﻫُﻮَ ﺍﻟﻠﻪ ُﺍَﺣَﺪٌ ﺛُﻢَّ ﻗُﻞْ ﺍَﻟﻠَّﻬُﻢَّ ﺍِﻥَّ ﻓَﻀْﻠَﻪُ ِﻷَﻫْﻞِ ﺍﻟْﻤَﻘَﺎﺑِﺮِ .
Artinya “al-Imam Ibnu Qudamah berkata: tidak mengapa membaca (ayat-ayat al-Qur’an atau kalimah tayyibah) di samping kubur, hal ini telah diriwayatkan dari Imam Ahmad ibn Hambal bahwasanya beliau berkata: Jika hendak masuk kuburan atau makam, bacalah Ayat Kursi dan Qul Huwa Allahu Akhad sebanyak tiga kali kemudian iringilah dengan do’a: Ya Allah keutamaan bacaan tadi aku peruntukkan bagi ahli kubur.
Referensi : (al-Mughny II/566)
Dalam al Adzkar dijelaskan lebih spesifik lagi seperti di bawah ini:
ﻭَﺫَﻫَﺐَ ﺍَﺣْﻤَﺪُ ْﺑﻦُ ﺣَﻨْﺒَﻞٍ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦَ ﺍْﻟﻌُﻠَﻤَﺎﺀِ ﻭَﺟَﻤَﺎﻋَﺔٌ ﻣِﻦْ ﺍَﺻْﺤَﺎﺏِ ﺍﻟﺸَّﺎِﻓـِﻌﻰ ﺍِﻟﻰَ ﺍَﻧـَّﻪُ ﻳَـﺼِﻞ
rizqi yang halal dan berkah adalah
TAHLILAN
والله أعلم بالصواب
Wallohu a’lam Bishshowab
Kang Syamsoel
Al-Faqir Ar-Roji Ila Rohmati Robbii 'Azza Wa Jalla (Manusia yang Sangat Butuh & Selalu Mengharap Rohmat Dari Allah 'Azza Wa Jalla)
Salam Pembuka
Senin, 26 Agustus 2019
Selasa, 16 Juli 2019
Tiga Jenis Ulama Menurut Imam Ghozali
TIGA JENIS ULAMA MENURUT IMAM GHOZALI
Al-Ghazali membagi kriteria ulama kepada tiga kelompok:
Pertama:
إمَّا مُهْلِكٌ نَفْسَهُ وَغَيْرَهُ, وَهُمْ اَلْمُصَرِّحُوْنَ بِطَلَبِ الدُّنْيَا اَلْمُقْبِلُوْنَ عَلَيْهَا.
“Ada ulama yang mencelakakan dirinya dan orang lain, yaitu ulama yang terang-terangan mencari dunia dengan ilmu dan jabatannya.”
Kedua:
وَإمَّا مُسْعِدٌ نَفْسَهُ وَغَيْرَهُ, وَهُمْ اَلدَّاعُوْنَ إلَى اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ظَاهِرًا وَ بَاطِنًا.
“Ulama yang membahagiakan dirinya dan orang lain, yaitu ulama yang mengajak ummat ke jalan Allah, baik lahir ataupun batin.”
Ketiga,:
وَإمَّا مُهْلِكٌ نَفْسَهُ مُسْعِدٌ غَيْرَهُ, وَهُوَ الَّذِي يَدْعُوْ إلَى الأَخِرَةِ وَقَدْ رَفَضَ الدُّنْيَا فِي ظَاهِرِهِ وَقَصْدُهُ فِي البَاطِنِ قَبُوْلُ الْخَلْقِ وَإقَامَةُ الْجَاهِ.
“Ada ulama yang mencelakakan dirinya tetapi dapat membahagiakan yang lain, yaitu ulama yang mengajak kepada akhirat dan pada lahiriyahnya ia menolak dunia, tetapi tujuan bathinnya adalah diterima oleh semua makhluk (mendapatkan penghargaan dari mereka) dan mendapatkan sanjungan dan kemuliaan di sisi mereka.”
فَانْظُرْ مِنْ أيِّ أقْسَامٍ أَنْتَ ؟
@Ihya Ulumiddin.
Rizalullah.
Al-Ghazali membagi kriteria ulama kepada tiga kelompok:
Pertama:
إمَّا مُهْلِكٌ نَفْسَهُ وَغَيْرَهُ, وَهُمْ اَلْمُصَرِّحُوْنَ بِطَلَبِ الدُّنْيَا اَلْمُقْبِلُوْنَ عَلَيْهَا.
“Ada ulama yang mencelakakan dirinya dan orang lain, yaitu ulama yang terang-terangan mencari dunia dengan ilmu dan jabatannya.”
Kedua:
وَإمَّا مُسْعِدٌ نَفْسَهُ وَغَيْرَهُ, وَهُمْ اَلدَّاعُوْنَ إلَى اللهِ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى ظَاهِرًا وَ بَاطِنًا.
“Ulama yang membahagiakan dirinya dan orang lain, yaitu ulama yang mengajak ummat ke jalan Allah, baik lahir ataupun batin.”
Ketiga,:
وَإمَّا مُهْلِكٌ نَفْسَهُ مُسْعِدٌ غَيْرَهُ, وَهُوَ الَّذِي يَدْعُوْ إلَى الأَخِرَةِ وَقَدْ رَفَضَ الدُّنْيَا فِي ظَاهِرِهِ وَقَصْدُهُ فِي البَاطِنِ قَبُوْلُ الْخَلْقِ وَإقَامَةُ الْجَاهِ.
“Ada ulama yang mencelakakan dirinya tetapi dapat membahagiakan yang lain, yaitu ulama yang mengajak kepada akhirat dan pada lahiriyahnya ia menolak dunia, tetapi tujuan bathinnya adalah diterima oleh semua makhluk (mendapatkan penghargaan dari mereka) dan mendapatkan sanjungan dan kemuliaan di sisi mereka.”
فَانْظُرْ مِنْ أيِّ أقْسَامٍ أَنْتَ ؟
@Ihya Ulumiddin.
Rizalullah.
Rabu, 01 Mei 2019
CARA PARA WALI MENANAMKAN ISLAM DI TANAH JAWA (CORONE PORO WALI NANDUR ISLAM ING TANAH JOWO)
Piwulange Poro Wali biyen, nyebut Allah ben ra kethoro disebut GUSTI PENGERAN, Rosulullah disebut KANJENG NABI, Sholat ben ra kethok dijenengke SEMBAHYANG, Musholla jenengke LANGGAR, Syeikh utowo Ustadz jenengke KYAI, Tilmidzun Muridun jenengke SANTRI, Kalimat Syahadat jenengke KALIMOSODO, Syahadatain jenengke SEKATEN.
Nuturi masyarakat ora gowo arab nanging nganggo coro isyaroh pokok kenek ditompo. Pingin dadi wong apik, cukup dituturi “ Hai, ojo lali jempol yo” ngono thok. Jempol iki apik, ora sampurno yen ora ono jenthik. JENTHIK iku maknane ojo othak athik barange liyan, ojo nyolongan.
Dadi wali biyen ora perlu dalili “As-sariqu was-sariqotu faqtho’u aidiyahuma” utowo dihaditsi “Lau Anna Fathimata – Binti - saroqot laqotho’tu yadaha”. Terus JARI MANIS ojo manis-manis wajah, dadi PENUNGGUL dadio wong unggul nanging ojo sombong2, dadi PENUDUH dadio iso nuduhke wong sing apik-apik njur sliramu biso dadi JEMPOL….
GHOFURO sing maknane pengapuro ditandur nang ngarep masjid jenengke GAPURO cik ra ketoro, maknane sopo sing mlebu masjid bakal oleh pangapurone Gusti Pengeran.
Njur kenopo poro Wali kok wani mulangi coro mengkono iku kok ra khawatir nek do salah tompo? Sebab kurikulume poro wali nang Qur’ane pancen “Ala inna auliya-allahi la khaufun 'alaihim walaa hum yahzanun” tegese poro wali-waline Allah iki ora duwe roso wedi utowo kuwatir babar blas. Bedo karo kurikulume poro Ulama’ “Innama yakhsyallaha min ‘ibadihil ‘ulama’” tegese poro Ulama’ iku duwe roso wedi nang Gusti Pengerane….
Mulo yen ono pengantin teko ken menehi CENGKIR, GEDHANG, TEBU tegese aku dadi moro tuwo wis KENCENG PIKIRku, awakmu wis tak GEGED-GEGED tak GADHANG-GADHANG, aku wis MANTEB ben ndang MLEBU… yen ono wong gawe omah kon menehi Gedang sak tundun nang duwur sebab nek tukange lesu ben gak munggah mudun golek panganan..hhhhh…. kabeh ditandur kabeh kaleh poro Wali.
Mulo bar ditandhur njur thukul. Gandheng tanduran iki ono nang Jowo sawahe wong Hindhu Budho, mulo hasile yo koyo sing awake dewe weruh, kabeh2 diarani ILMU KEJAWEN utowo KLENIK. Padahal yen dibukaki siji seko siji nang jerone iki kabeh isine piwulang kanggo masyarakat sing ora kenal agomo lan ora lali mulo njur digawe adat nang tanah Jowo…..
mulo njur tanduran agomo sing dibungkus coro Jowo iki akhire di CEK / ditiliki karo poro Wali nganggo tembang LIR ILIR TANDURE WUS SUMILIR TAK IJO ROYO-ROYO TAK SENGGUH PPENGANTIN ANYAR BOCAH ANGON-BOCAH ANGON PENEKNO BLING KUWI lan sak teruse tegese wis podho nglilir po durung. Yen wis nglilir tenan yo ayo MENEK BLIMBING sing blingire ono limo tegese ayo sembahyang sedino sewengi ping 5. Bareng wis mulai tukul njur mulai digawekke pager. Pager GRESIK jenenge GIRI, pager tengah jenenge DEMAK, Pager kulon jenenge CIREBON. Iki jenenge pager utowo coro Qur’ane jenenge KHOLIFAH. kabeh iki ditandur lan dipageri dening poro Wali karo poro Wali njur nyebar sak sak Indonesia. Nanging salahe wong saiki ora melu nandur kok gawe pager mulo dadi perkoro..
mulo akhire tinggalane poro wali iki diarani WILAYAH sg artine tinggalane poro wali, awake dewe peneruse poro Wali, kabeh sak Indonesia iki hasil jerih payahe wali kang diwarisno dening poro santri… mulo kenopo NKRI harga mati? sebab NKRI iki tinggalane poro wali.Mulo awake dew ora mungkin KHIYANAT karo bongso.
Mulo biyen LONDO iki mumet ngadepi poro santri. Mergo wong londo duwe keyaqinan bahwa santri Indonesia ora mungkin melepaskan NUSANTARA. Santri Indonesia iki coro Londo cirine 3. Siji pecine miring sarunge nglinthing. nomer 2 mambu rokok, nomer 3 tangane gudigen. Hhhh… tapi ngertiyo yen SANTRI inilah pelindung Indonesia dari awal.
Seluruh pemberontakan dalam melawan penjajah iki akehe poro santri. DIPONEGORO santrine Mbah Abdul Hamid Kajoran, SULTAN AGUNG iku yo santrine Sunan Geseng, COKRO AMINOTO santrine mbah Hasyim Asy’ari, RA KARTINI santrine mbah Sholih Darat Semarang. Mergo seluruh pemberontak iki santri seko Indonesia mulo wong LONDO gawe ukoro bahwa seluruh santri yen wis HAJI kon nemplekke jeneng HAJI nang ngarep supoyo gampang kontrolane ing Tahun 1923...
Nanging suwe2 Londo sansoyo ora faham karo santri iki.Mergo soyo suwe soyo aneh. Nanging jebul suwe2 santri Indonesia iki ngerti2 ngegerke DUNYO. Satu2nya manusia yang berani demonstrasi ten Makkah kolo iku hiyo santri Indonesia waktu Makam Rosulullah SAW ajeng dibongkar karo RAJA ABDUL AZIZ BIN ABDURROHMAN AS-SA’UD tahun 1924-1925 hinggo akhire Raja Sa’ud ora sido bongkar Makame Kanjeng Nabi mergo berbagai pertimbangan. Ing antarane mergo wong sak arab ngerti yen para santri iki sing dipimpin MBAH WAHAB HASBULLAH soko utusane Ulama’ kondang INDONESIA sing jenenge Mbah Hasyim Asy’ari, Satu2nya Ulama’ Indonesia yang bergelar HADHROTUS SYAIKH. Gelar sing ra iso diremehno,Mergo syarat oleh gelar HADHROTUS SYAIKH iku kudu apal KUTUBUS-SITTAH sak RIJALUL HADITSe…. Ulama’ biyen iku ora koyo’ Ulama’ saiki nyebut gelar. Biyen wong kok oleh gelar AL FAQIH iku syarate kudu apal luwih seko 2000 hadist shohih. Yen oleh gelar AL ‘ALIM syarate seperempat Qur’an kudu apal. Nek oleh gelar AL ‘ALLAMAH berarti apal Qur’an. Nek oleh gelar SYEIKH berarti apal SHOHIH BUKHORI MUSLIM sak RIJALUL HADITSE. Tapi yen oleh gelar HADHROTUS SYAIKH berarti KUTUBUS-SITTAH apal sak RIJALUL HADITSe. Luar biasa…… Lha Santri2 iki terkenal jenenge KOMITE HIJAZ sing dipimpin MBAH WAHAB HASBULLAH sing ikilah akhire dadi cikal bakal berdirinya JAM’IYYAH NAHDHOLTUL ULAMA’ nang Indonesia….
Mulo, monggo piwulange Poro Wali sing wis terbukti hasil iso ngislamno tanah Jowo nganti Nuswantoro kang diterusno dening poro kyai monggo di terusno.
Ojo galak-galak yen mulangi lan muruki karo wong, cik ora dadi perkoro. Wulangen ngangggo coro sing biso ditompo mungguh masyarakate supoyo biso di trimo kelawan ati sing lilo legowo…. Coro Allahu Yarham Gus Dur biyen, yen nisbate kepingin gawe Majlis Ta’lim sing dadi panggonan piwulang yo bungkusen jenengne nganggo jeneng Jowo ae utowo jenengno daerahmu supoyo wong-wong ora do pekiwuh yen arep melu melu. Contone saiki ngono koyo pesantren Jombang gene Mbah Hasyim, Pesantren Lirboyo, Pesantren Sarang pesantren trenceng lan liya-liyane.
Kecuali yen masyarakat sekitar wis kenal agomo temenan tur seneng karo kyai yo monggo dijenengno nganggo coro arab…. mulo saiki sampean luwih percoyo karo Ulama’ sing apal Kutubussittah opo sing apal hadist ra sepiro ning wani2 NGGEGERKE Indonesia….
Monggo dipun penggalih piyambak njeh.......
Pangapunten menawi wonten salah lan khilaf, mugi wonten manfaat lan barokahipun, Aamiiin…….
ﻫﺪﺍﻧﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻳّﺎﻛﻢ ﺍﻟﻰ ﺻﺮﺍﻁ ﻣﺴﺘﻘﻴﻢ، ﺻﺮﺍﻁ ﺍﻟّﺬﻳﻦ ﺍﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﻨّﺒﻴّﻴﻦ ﻭﺍﻟّﺼﺪّﻳﻘﻴﻦ ﻭﺍﻟﺸّﻬﺪﺍﺀ ﻭﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼّﺎﻟﺤﻴﻦ، ﻭﺻﺮﺍﻁ ﺟﻤﻌﻴّﺔ ﻧﻬﻀﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻨّﻬﻀﻴّﻴﻦ ﻟﻨﻴﻞ ﺍﻟﺴّﻌﺎﺩﺓ ﻹﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻴّﺎ ﻭﺍﻧﺪﻭﻧﺴﻴّﻴﻦ، ﺁﻣﻴﻦ .....
Nuturi masyarakat ora gowo arab nanging nganggo coro isyaroh pokok kenek ditompo. Pingin dadi wong apik, cukup dituturi “ Hai, ojo lali jempol yo” ngono thok. Jempol iki apik, ora sampurno yen ora ono jenthik. JENTHIK iku maknane ojo othak athik barange liyan, ojo nyolongan.
Dadi wali biyen ora perlu dalili “As-sariqu was-sariqotu faqtho’u aidiyahuma” utowo dihaditsi “Lau Anna Fathimata – Binti - saroqot laqotho’tu yadaha”. Terus JARI MANIS ojo manis-manis wajah, dadi PENUNGGUL dadio wong unggul nanging ojo sombong2, dadi PENUDUH dadio iso nuduhke wong sing apik-apik njur sliramu biso dadi JEMPOL….
GHOFURO sing maknane pengapuro ditandur nang ngarep masjid jenengke GAPURO cik ra ketoro, maknane sopo sing mlebu masjid bakal oleh pangapurone Gusti Pengeran.
Njur kenopo poro Wali kok wani mulangi coro mengkono iku kok ra khawatir nek do salah tompo? Sebab kurikulume poro wali nang Qur’ane pancen “Ala inna auliya-allahi la khaufun 'alaihim walaa hum yahzanun” tegese poro wali-waline Allah iki ora duwe roso wedi utowo kuwatir babar blas. Bedo karo kurikulume poro Ulama’ “Innama yakhsyallaha min ‘ibadihil ‘ulama’” tegese poro Ulama’ iku duwe roso wedi nang Gusti Pengerane….
Mulo yen ono pengantin teko ken menehi CENGKIR, GEDHANG, TEBU tegese aku dadi moro tuwo wis KENCENG PIKIRku, awakmu wis tak GEGED-GEGED tak GADHANG-GADHANG, aku wis MANTEB ben ndang MLEBU… yen ono wong gawe omah kon menehi Gedang sak tundun nang duwur sebab nek tukange lesu ben gak munggah mudun golek panganan..hhhhh…. kabeh ditandur kabeh kaleh poro Wali.
Mulo bar ditandhur njur thukul. Gandheng tanduran iki ono nang Jowo sawahe wong Hindhu Budho, mulo hasile yo koyo sing awake dewe weruh, kabeh2 diarani ILMU KEJAWEN utowo KLENIK. Padahal yen dibukaki siji seko siji nang jerone iki kabeh isine piwulang kanggo masyarakat sing ora kenal agomo lan ora lali mulo njur digawe adat nang tanah Jowo…..
mulo njur tanduran agomo sing dibungkus coro Jowo iki akhire di CEK / ditiliki karo poro Wali nganggo tembang LIR ILIR TANDURE WUS SUMILIR TAK IJO ROYO-ROYO TAK SENGGUH PPENGANTIN ANYAR BOCAH ANGON-BOCAH ANGON PENEKNO BLING KUWI lan sak teruse tegese wis podho nglilir po durung. Yen wis nglilir tenan yo ayo MENEK BLIMBING sing blingire ono limo tegese ayo sembahyang sedino sewengi ping 5. Bareng wis mulai tukul njur mulai digawekke pager. Pager GRESIK jenenge GIRI, pager tengah jenenge DEMAK, Pager kulon jenenge CIREBON. Iki jenenge pager utowo coro Qur’ane jenenge KHOLIFAH. kabeh iki ditandur lan dipageri dening poro Wali karo poro Wali njur nyebar sak sak Indonesia. Nanging salahe wong saiki ora melu nandur kok gawe pager mulo dadi perkoro..
mulo akhire tinggalane poro wali iki diarani WILAYAH sg artine tinggalane poro wali, awake dewe peneruse poro Wali, kabeh sak Indonesia iki hasil jerih payahe wali kang diwarisno dening poro santri… mulo kenopo NKRI harga mati? sebab NKRI iki tinggalane poro wali.Mulo awake dew ora mungkin KHIYANAT karo bongso.
Mulo biyen LONDO iki mumet ngadepi poro santri. Mergo wong londo duwe keyaqinan bahwa santri Indonesia ora mungkin melepaskan NUSANTARA. Santri Indonesia iki coro Londo cirine 3. Siji pecine miring sarunge nglinthing. nomer 2 mambu rokok, nomer 3 tangane gudigen. Hhhh… tapi ngertiyo yen SANTRI inilah pelindung Indonesia dari awal.
Seluruh pemberontakan dalam melawan penjajah iki akehe poro santri. DIPONEGORO santrine Mbah Abdul Hamid Kajoran, SULTAN AGUNG iku yo santrine Sunan Geseng, COKRO AMINOTO santrine mbah Hasyim Asy’ari, RA KARTINI santrine mbah Sholih Darat Semarang. Mergo seluruh pemberontak iki santri seko Indonesia mulo wong LONDO gawe ukoro bahwa seluruh santri yen wis HAJI kon nemplekke jeneng HAJI nang ngarep supoyo gampang kontrolane ing Tahun 1923...
Nanging suwe2 Londo sansoyo ora faham karo santri iki.Mergo soyo suwe soyo aneh. Nanging jebul suwe2 santri Indonesia iki ngerti2 ngegerke DUNYO. Satu2nya manusia yang berani demonstrasi ten Makkah kolo iku hiyo santri Indonesia waktu Makam Rosulullah SAW ajeng dibongkar karo RAJA ABDUL AZIZ BIN ABDURROHMAN AS-SA’UD tahun 1924-1925 hinggo akhire Raja Sa’ud ora sido bongkar Makame Kanjeng Nabi mergo berbagai pertimbangan. Ing antarane mergo wong sak arab ngerti yen para santri iki sing dipimpin MBAH WAHAB HASBULLAH soko utusane Ulama’ kondang INDONESIA sing jenenge Mbah Hasyim Asy’ari, Satu2nya Ulama’ Indonesia yang bergelar HADHROTUS SYAIKH. Gelar sing ra iso diremehno,Mergo syarat oleh gelar HADHROTUS SYAIKH iku kudu apal KUTUBUS-SITTAH sak RIJALUL HADITSe…. Ulama’ biyen iku ora koyo’ Ulama’ saiki nyebut gelar. Biyen wong kok oleh gelar AL FAQIH iku syarate kudu apal luwih seko 2000 hadist shohih. Yen oleh gelar AL ‘ALIM syarate seperempat Qur’an kudu apal. Nek oleh gelar AL ‘ALLAMAH berarti apal Qur’an. Nek oleh gelar SYEIKH berarti apal SHOHIH BUKHORI MUSLIM sak RIJALUL HADITSE. Tapi yen oleh gelar HADHROTUS SYAIKH berarti KUTUBUS-SITTAH apal sak RIJALUL HADITSe. Luar biasa…… Lha Santri2 iki terkenal jenenge KOMITE HIJAZ sing dipimpin MBAH WAHAB HASBULLAH sing ikilah akhire dadi cikal bakal berdirinya JAM’IYYAH NAHDHOLTUL ULAMA’ nang Indonesia….
Mulo, monggo piwulange Poro Wali sing wis terbukti hasil iso ngislamno tanah Jowo nganti Nuswantoro kang diterusno dening poro kyai monggo di terusno.
Ojo galak-galak yen mulangi lan muruki karo wong, cik ora dadi perkoro. Wulangen ngangggo coro sing biso ditompo mungguh masyarakate supoyo biso di trimo kelawan ati sing lilo legowo…. Coro Allahu Yarham Gus Dur biyen, yen nisbate kepingin gawe Majlis Ta’lim sing dadi panggonan piwulang yo bungkusen jenengne nganggo jeneng Jowo ae utowo jenengno daerahmu supoyo wong-wong ora do pekiwuh yen arep melu melu. Contone saiki ngono koyo pesantren Jombang gene Mbah Hasyim, Pesantren Lirboyo, Pesantren Sarang pesantren trenceng lan liya-liyane.
Kecuali yen masyarakat sekitar wis kenal agomo temenan tur seneng karo kyai yo monggo dijenengno nganggo coro arab…. mulo saiki sampean luwih percoyo karo Ulama’ sing apal Kutubussittah opo sing apal hadist ra sepiro ning wani2 NGGEGERKE Indonesia….
Monggo dipun penggalih piyambak njeh.......
Pangapunten menawi wonten salah lan khilaf, mugi wonten manfaat lan barokahipun, Aamiiin…….
ﻫﺪﺍﻧﻲ ﺍﻟﻠﻪ ﻭﺍﻳّﺎﻛﻢ ﺍﻟﻰ ﺻﺮﺍﻁ ﻣﺴﺘﻘﻴﻢ، ﺻﺮﺍﻁ ﺍﻟّﺬﻳﻦ ﺍﻧﻌﻤﺖ ﻋﻠﻴﻬﻢ ﻣﻦ ﺍﻟﻨّﺒﻴّﻴﻦ ﻭﺍﻟّﺼﺪّﻳﻘﻴﻦ ﻭﺍﻟﺸّﻬﺪﺍﺀ ﻭﺍﻷﻭﻟﻴﺎﺀ ﻭﺍﻟﺼّﺎﻟﺤﻴﻦ، ﻭﺻﺮﺍﻁ ﺟﻤﻌﻴّﺔ ﻧﻬﻀﺔ ﺍﻟﻌﻠﻤﺎﺀ ﻭﺍﻟﻨّﻬﻀﻴّﻴﻦ ﻟﻨﻴﻞ ﺍﻟﺴّﻌﺎﺩﺓ ﻹﻧﺪﻭﻧﻴﺴﻴّﺎ ﻭﺍﻧﺪﻭﻧﺴﻴّﻴﻦ، ﺁﻣﻴﻦ .....
Selasa, 30 April 2019
Meluruskan Sejarah Syekh Siti Jenar/Syekh Lemah Abang/Syekh Lemah Brit
SEJARAH SYEH SITI JENAR
(Misteri tentang kisah Syekh Siti Jenar seolah-olah selalu menarik untuk diulas. Terlebih lagi jika keberadaan Syekh Siti Jenar dikaitkan dengan pemahaman konsep ketuhanannya yang dianggap menyimpang dari pemahaman 9 wali atau Wali Songo. Adalah KH. Shohibul Faroji Al-Robbani, seorang cendekiawan muslim yang berasal dari Banyuwangi, membeberkan fakta-fakta baru yang membantah mitos kekeliruan pemahaman tentang sosok Syekh Siti Jenar selama ini.)
Oleh: KH. SHOHIBUL FAROJU AL-ROBBANI
Nama asli Syekh Siti Jenar adalah SAYYID HASAN ’ALI AL-HUSAINI, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar SYAIKH ABDUL JALIL. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar SYAIKH SITI JENAR atau SYAIKH LEMAH ABANG atau SYAIKH LEMAH BRIT.
Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.
Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. Kesultanan Malaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.
Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yg pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.
Kitab2 yg dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun.
Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dgn sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain2.
KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:
1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dgn akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yg kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yg akrab dgn rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….
2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yg diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab2 Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “FANA’ WAL BAQA’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan MANUNGGALING KAWULO GUSTI. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yg merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam kitab Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dgn mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yg dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.
4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yg menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yg terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.“
5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yg ditambah2i, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam kitab Maqaashidus syari’ah diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yg mukmin yg di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yg suci dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yg sama. Tidak bisa diterima akal sehat.”
Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dgn Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dgn Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dgn 3 kelas:
1) Kelas Santri [diidentikkan dgn 9 Wali]
2) Kelas Priyayi [diidentikkan dgn Raden Fattah, Sultan Demak]
3) Kelas Abangan [diidentikkan dgn Syaikh Siti Jenar]
Wahai kaum muslimin melihat fenomena seperti ini, maka kita harus waspada terhadap upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yg berkedok orientalis terhadap penulisan sejarah Islam. Hati2 jangan mau kita diadu dgn sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam.
Silahkan bagikan kebenaran ini.
Sumber tulisan :
http://tahuukahanda.blogspot.com
Sumber lukisan :
Aryo Pongky
https://plus.google.com/collection/ATD2Y
(Misteri tentang kisah Syekh Siti Jenar seolah-olah selalu menarik untuk diulas. Terlebih lagi jika keberadaan Syekh Siti Jenar dikaitkan dengan pemahaman konsep ketuhanannya yang dianggap menyimpang dari pemahaman 9 wali atau Wali Songo. Adalah KH. Shohibul Faroji Al-Robbani, seorang cendekiawan muslim yang berasal dari Banyuwangi, membeberkan fakta-fakta baru yang membantah mitos kekeliruan pemahaman tentang sosok Syekh Siti Jenar selama ini.)
Oleh: KH. SHOHIBUL FAROJU AL-ROBBANI
Nama asli Syekh Siti Jenar adalah SAYYID HASAN ’ALI AL-HUSAINI, dilahirkan di Persia, Iran. Kemudian setelah dewasa mendapat gelar SYAIKH ABDUL JALIL. Dan ketika datang untuk berdakwah ke Caruban, sebelah tenggara Cirebon. Dia mendapat gelar SYAIKH SITI JENAR atau SYAIKH LEMAH ABANG atau SYAIKH LEMAH BRIT.
Syaikh Siti Jenar adalah seorang sayyid atau habib keturunan dari Rasulullah Saw. Nasab lengkapnya adalah Syekh Siti Jenar [Sayyid Hasan ’Ali] bin Sayyid Shalih bin Sayyid ’Isa ’Alawi bin Sayyid Ahmad Syah Jalaluddin bin Sayyid ’Abdullah Khan bin Sayyid Abdul Malik Azmat Khan bin Sayyid 'Alwi 'Ammil Faqih bin Sayyid Muhammad Shohib Mirbath bin Sayyid 'Ali Khali Qasam bin Sayyid 'Alwi Shohib Baiti Jubair bin Sayyid Muhammad Maula Ash-Shaouma'ah bin Sayyid 'Alwi al-Mubtakir bin Sayyid 'Ubaidillah bin Sayyid Ahmad Al-Muhajir bin Sayyid 'Isa An-Naqib bin Sayyid Muhammad An-Naqib bin Sayyid 'Ali Al-'Uraidhi bin Imam Ja'far Ash-Shadiq bin Imam Muhammad al-Baqir bin Imam 'Ali Zainal 'Abidin bin Imam Husain Asy-Syahid bin Sayyidah Fathimah Az-Zahra binti Nabi Muhammad Rasulullah Saw.
Syaikh Siti Jenar lahir sekitar tahun 1404 M di Persia, Iran. Sejak kecil ia berguru kepada ayahnya Sayyid Shalih dibidang Al-Qur’an dan Tafsirnya. Dan Syaikh Siti Jenar kecil berhasil menghafal Al-Qur’an usia 12 tahun.
Kemudian ketika Syaikh Siti Jenar berusia 17 tahun, maka ia bersama ayahnya berdakwah dan berdagang ke Malaka. Tiba di Malaka ayahnya, yaitu Sayyid Shalih, diangkat menjadi Mufti Malaka oleh Kesultanan Malaka dibawah pimpinan Sultan Muhammad Iskandar Syah. Saat itu. Kesultanan Malaka adalah di bawah komando Khalifah Muhammad 1, Kekhalifahan Turki Utsmani. Akhirnya Syaikh Siti Jenar dan ayahnya bermukim di Malaka.
Kemudian pada tahun 1424 M, Ada perpindahan kekuasaan antara Sultan Muhammad Iskandar Syah kepada Sultan Mudzaffar Syah. Sekaligus pergantian mufti baru dari Sayyid Sholih [ayah Siti Jenar] kepada Syaikh Syamsuddin Ahmad.
Pada akhir tahun 1425 M. Sayyid Shalih beserta anak dan istrinya pindah ke Cirebon. Di Cirebon Sayyid Shalih menemui sepupunya yaitu Sayyid Kahfi bin Sayyid Ahmad.
Posisi Sayyid Kahfi di Cirebon adalah sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dari sanad Utsman bin ’Affan. Sekaligus Penasehat Agama Islam Kesultanan Cirebon. Sayyid Kahfi kemudian mengajarkan ilmu Ma’rifatullah kepada Siti Jenar yg pada waktu itu berusia 20 tahun. Pada saat itu Mursyid Al-Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyah ada 4 orang, yaitu:
1. Maulana Malik Ibrahim, sebagai Mursyid Thariqah al-Mu’tabarah al-Ahadiyyah, dari sanad sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq, untuk wilayah Jawa Timur, Jawa Tengah, Bali, Sulawesi, Kalimantan, Nusa Tenggara, Maluku, dan sekitarnya
2. Sayyid Ahmad Faruqi Sirhindi, dari sanad Sayyidina ’Umar bin Khattab, untuk wilayah Turki, Afrika Selatan, Mesir dan sekitarnya,
3. Sayyid Kahfi, dari sanad Sayyidina Utsman bin ’Affan, untuk wilayah Jawa Barat, Banten, Sumatera, Champa, dan Asia tenggara
4. Sayyid Abu Abdullah Muhammad bin Ali bin Ja’far al-Bilali, dari sanad Imam ’Ali bin Abi Thalib, untuk wilayah Makkah, Madinah, Persia, Iraq, Pakistan, India, Yaman.
Kitab2 yg dipelajari oleh Siti Jenar muda kepada Sayyid Kahfi adalah Kitab Fusus Al-Hikam karya Ibnu ’Arabi, Kitab Insan Kamil karya Abdul Karim al-Jilli, Ihya’ Ulumuddin karya Al-Ghazali, Risalah Qushairiyah karya Imam al-Qushairi, Tafsir Ma’rifatullah karya Ruzbihan Baqli, Kitab At-Thawasin karya Al-Hallaj, Kitab At-Tajalli karya Abu Yazid Al-Busthamiy. Dan Quth al-Qulub karya Abu Thalib al-Makkiy.
Sedangkan dalam ilmu Fiqih Islam, Siti Jenar muda berguru kepada Sunan Ampel selama 8 tahun. Dan belajar ilmu ushuluddin kepada Sunan Gunung Jati selama 2 tahun.
Setelah wafatnya Sayyid Kahfi, Siti Jenar diberi amanat untuk menggantikannya sebagai Mursyid Thariqah Al-Mu’tabarah Al-Ahadiyyah dgn sanad Utsman bin ’Affan. Di antara murid-murid Syaikh Siti Jenar adalah: Muhammad Abdullah Burhanpuri, Ali Fansuri, Hamzah Fansuri, Syamsuddin Pasai, Abdul Ra’uf Sinkiliy, dan lain2.
KESALAHAN SEJARAH TENTANG SYAIKH SITI JENAR YANG MENJADI FITNAH adalah:
1. Menganggap bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Sejarah ini bertentangan dgn akal sehat manusia dan Syari’at Islam. Tidak ada bukti referensi yg kuat bahwa Syaikh Siti Jenar berasal dari cacing. Ini adalah sejarah bohong. Dalam sebuah naskah klasik, Serat Candhakipun Riwayat jati ; Alih aksara; Perpustakaan Daerah Propinsi Jawa Tengah, 2002, hlm. 1, cerita yg masih sangat populer tersebut dibantah secara tegas, “Wondene kacariyos yen Lemahbang punika asal saking cacing, punika ded, sajatosipun inggih pancen manungsa darah alit kemawon, griya ing dhusun Lemahbang.” [Adapun diceritakan kalau Lemahbang (Syekh Siti Jenar) itu berasal dari cacing, itu salah. Sebenarnya ia memang manusia yg akrab dgn rakyat jelata, bertempat tinggal di desa Lemah Abang]….
2. “Ajaran Manunggaling Kawulo Gusti” yg diidentikkan kepada Syaikh Siti Jenar oleh beberapa penulis sejarah Syaikh Siti Jenar adalah bohong, tidak berdasar alias ngawur. Istilah itu berasal dari Kitab2 Primbon Jawa. Padahal dalam Suluk Syaikh Siti Jenar, beliau menggunakan kalimat “FANA’ WAL BAQA’. Fana’ Wal Baqa’ sangat berbeda penafsirannya dengan MANUNGGALING KAWULO GUSTI. Istilah Fana’ Wal Baqa’ merupakan ajaran tauhid, yg merujuk pada Firman Allah: ”Kullu syai’in Haalikun Illa Wajhahu”, artinya “Segala sesuatu itu akan rusak dan binasa kecuali Dzat Allah”. Syaikh Siti Jenar adalah penganut ajaran Tauhid Sejati, Tauhid Fana’ wal Baqa’, Tauhid Qur’ani dan Tauhid Syar’iy.
3. Dalam beberapa buku diceritakan bahwa Syaikh Siti Jenar meninggalkan Sholat, Puasa Ramadhan, Sholat Jum’at, Haji dsb. Syaikh Burhanpuri dalam kitab Risalah Burhanpuri halaman 19 membantahnya, ia berkata, “Saya berguru kepada Syaikh Siti Jenar selama 9 tahun, saya melihat dgn mata kepala saya sendiri, bahwa dia adalah pengamal Syari’at Islam Sejati, bahkan sholat sunnah yg dilakukan Syaikh Siti Jenar adalah lebih banyak dari pada manusia biasa. Tidak pernah bibirnya berhenti berdzikir “Allah..Allah..Allah” dan membaca Shalawat nabi, tidak pernah ia putus puasa Daud, Senin-Kamis, puasa Yaumul Bidh, dan tidak pernah saya melihat dia meninggalkan sholat Jum’at”.
4. Beberapa penulis telah menulis bahwa kematian Syaikh Siti Jenar, dibunuh oleh Wali Songo, dan mayatnya berubah menjadi anjing. Bantahan saya: “Ini suatu penghinaan kepada seorang Waliyullah, seorang cucu Rasulullah. Sungguh amat keji dan biadab, seseorang yg menyebut Syaikh Siti Jenar lahir dari cacing dan meninggal jadi anjing. Jika ada penulis menuliskan seperti itu. Berarti dia tidak bisa berfikir jernih. Dalam teori Antropologi atau Biologi Quantum sekalipun.Manusia lahir dari manusia dan akan wafat sebagai manusia. Maka saya meluruskan riwayat ini berdasarkan riwayat para habaib, ulama’, kyai dan ajengan yg terpercaya kewara’annya. Mereka berkata bahwa Syaikh Siti Jenar meninggal dalam kondisi sedang bersujud di Pengimaman Masjid Agung Cirebon. Setelah sholat Tahajjud. Dan para santri baru mengetahuinya saat akan melaksanakan sholat shubuh.“
5. Cerita bahwa Syaikh Siti Jenar dibunuh oleh Sembilan Wali adalah bohong. Tidak memiliki literatur primer. Cerita itu hanyalah cerita fiktif yg ditambah2i, agar kelihatan dahsyat, dan laku bila dijadikan film atau sinetron. Bantahan saya: “Wali Songo adalah penegak Syari’at Islam di tanah Jawa. Padahal dalam kitab Maqaashidus syari’ah diajarkan bahwa Islam itu memelihara kehidupan [Hifzhun Nasal wal Hayaah]. Tidak boleh membunuh seorang jiwa yg mukmin yg di dalam hatinya ada Iman kepada Allah. Tidaklah mungkin 9 waliyullah yg suci dari keturunan Nabi Muhammad akan membunuh waliyullah dari keturunan yg sama. Tidak bisa diterima akal sehat.”
Penghancuran sejarah ini, menurut ahli Sejarah Islam Indonesia (Azyumardi Azra) adalah ulah Penjajah Belanda, untuk memecah belah umat Islam agar selalu bertikai antara Sunni dengan Syi’ah, antara Ulama’ Syari’at dgn Ulama’ Hakikat. Bahkan Penjajah Belanda telah mengklasifikasikan umat Islam Indonesia dgn Politik Devide et Empera [Politik Pecah Belah] dgn 3 kelas:
1) Kelas Santri [diidentikkan dgn 9 Wali]
2) Kelas Priyayi [diidentikkan dgn Raden Fattah, Sultan Demak]
3) Kelas Abangan [diidentikkan dgn Syaikh Siti Jenar]
Wahai kaum muslimin melihat fenomena seperti ini, maka kita harus waspada terhadap upaya para kolonialist, imprealis, zionis, freemasonry yg berkedok orientalis terhadap penulisan sejarah Islam. Hati2 jangan mau kita diadu dgn sesama umat Islam. Jangan mau umat Islam ini pecah. Ulama’nya pecah. Mari kita bersatu dalam naungan Islam untuk kejayaan Islam dan umat Islam.
Silahkan bagikan kebenaran ini.
Sumber tulisan :
http://tahuukahanda.blogspot.com
Sumber lukisan :
Aryo Pongky
https://plus.google.com/collection/ATD2Y
Rabu, 27 Februari 2013
Abuya Busthomi ( Seri Sejarah : Kiayi Banten )
BUYA BUSTHOMI
BUYA BUSTHOMI
KH. AHMAD
BUSTHOMI
(BUYA CISANTRI)
Oleh:
Imaduddin Utsman
Nama lengkap
beliau adalah Ahmad Bushtomi bin Ahmad Jasuta. Beliau adalah pendiri dan
pengasuh pesantren salafiyah Al-hidayah Cisantri, Cipeucang, Pandeglang Banten.
Istiqomah dalam kesantrian dan keulamaan adalah kata yang bisa diungkapakan
untuk menggambarkan kiayi yang kharismatik ini. Waktunya habis untuk mengajar
para santri dan beribadah kepada Allah Swt. Santri dan masyarakat sekitarnya
memanggilnya Buya Busthomi. Panggilan Buya adalah panggilan untuk kiayi yang
telah melampaui derajat tertentu dalam ilmu dan makrifat.
Kezuhudan dan wara adalah prinsip hidup yang dipegangya erat-erat. Ketegasan
dan keberanian adalah sifat yang menonjol dari Buya Bushtomi. Di samping memang
ilmu kedikjayaannya telah banyak yang membuktikan.
Dihikayatkan ketika awal-awal Buya mendirikan pesantren banyak mendapatkan
tantangan dari berbagai kelompok masyarakat. Bahkan ada yang bermaksud mengusir
beliau. Puluhan orangpun telah mengepung rumah beliau dengan berbagai macam
senjata tajam. Beliau bukan malah takut, beliau mencabut pohon yang cukup besar
yang ada di sekitar rumahnya. Kelompok pengepung itupun gentar dan mengurungkan
niyat jahat mereka.
Beberapa kali Buya berurusan dengan pihak kepolisian karena membela
santrinya yang menghadapi masalah. Bahkan Buya pernah dipenjara karena hal
tersebut. Dihikayatkan pada awal tahun sembilanpuluhan ada santrinya yang
dipukuli kondektur sebuah mobil bus. Kemudian puluhan santri mencegat Bus itu
sehingga terjadi perkelahian yang mengakibatkan seorang kondektur terluka
akibat bacokan santri. Akhirnya pihak managemen bus itupun melaporkan santri
Al-hidayah ke pihak kepolisian. Sebagai pengasuh pesantren Buya Bustomi
bertanggung jawab atas apa yang dilakukan santri-santrinya itu. Buya pun
ditahan di kantor kepolisian.
Ketika proses hokum itu berjalan, perusahaan bus itu mengalami kerugian
besar. Banyak penumpang yang enggan menaiki bus itu karena takut kewalat kepada
Buya Bustomi. Dan memang banyak bus dari perusahaan itu yang mengalami berbagai
macam kecelakaan. Mungkin itu adzab tuhan bagi orang-orang yang sombong kepada
para ulama. Wallahu a’lam bi al shawwab.
Pada era Suharto berkuasa, Buya Bushtomi berada di luar pagar Suharto.
Beliau mendukung partai berlambang ka’bah sebaga di partai yang berazaz Islam.
Selain sebagai kecintaannya kepada Islam, dukungannya ke P3 adalah sebagai
lambang perlawanannya kepada Suharto.
Dihikayatkan, ketika masa kampanye P3 tiba, hari itu seluruh SPBU tidak ada
bensin. Mungkin suatu kesengajaan agar kampanye P3 tidak semarak. Panitia pun
bingung, padahal kemarin ketika kampanye Golkar, SPBU seluruhnya tidak
kekurangan bensin. Akhirnya Buya Bushtomi, memerintahkan para peserta kampanye
yang membawa kendaraan untuk mengambil air sawah untuk dijadikan bahan bakar.
Awalnya banyak yang tidak yakin, namun akhirnya keyakinan kepada Allah melalui
orang yang di cintai-Nya membuat para peserta menurut perintah Buya. dan subhanallah,
hari itu seluruh kendaraan dapat berjalan sampai selesai kampanye hanya
berbahan bakar air sawah yang di-jampi Buya Bushtomi. Wallahu a’lam.
Selain berani beliau juga adalah ulama yang sederhana, santun dan tawaddu.
Penulis pernah bersilaturrahmi dengan beliau di rumahnya yang dari luar nampak
cukup bagus tapi ketika sampai di dalam sungguh sangat sederhana. Hanya ada
alas tak ada bangku mewah. Dan sebuah almari yang berisi kitab-kitab. Kesan
galak yang selama ini penulis dengar, tidak nampak ketika berhadapan dengan
beliau yang begitu santun menghadapi tamu-tamunya, termasuk penulis. Penulis
juga nyantri kepada Buya pada bulan ramadlan untuk mengkaji kitab tafsir Marah
labid atau yang lebih dikenal dengan tafsir munir karangan Syekh nawawi
al-Bantani, ulama monumental asal Tanara Banten.
Abuya Dimyati ( Seri Sejarah : Kiayi Banten)
BUYA DIMYATI
BUYA DIMYATI
KH. MUHAMMAD DIMYATI
(BUYA DIMYATI CIDAHU)
Oleh:
Imaduddin Utsman
Beliau bernama lengkap Muhammad Dimyathi bin Muhammad Amin. Ibunya bernama Hj.
Ruqayyah. Lahir di pandeglang 27 Syaban 1347 H bertepatan dengan tahun 1920.
Nasabnya bersambung kepada Nabi Muhammad Saw melaui Maulana Hasanuddin
Sulthan Banten pertama.
Sejak kecil mendapat bimbingan sang ayah dalam mempelajari ajaran Islam. Kemudian Ia berkelana dalam dunia ilmu pengetahuan islam ke berbagai pesantren di tanah jawa. Mulai dari pesantren yang berada di Cadasari, kadu Pesing, pandeglang, Pelamunan, Plered cirebon, Purwakarta, Kaliwungu, Jogja, Watucongol, Bendo Pare dsb.
Sejak kecil mendapat bimbingan sang ayah dalam mempelajari ajaran Islam. Kemudian Ia berkelana dalam dunia ilmu pengetahuan islam ke berbagai pesantren di tanah jawa. Mulai dari pesantren yang berada di Cadasari, kadu Pesing, pandeglang, Pelamunan, Plered cirebon, Purwakarta, Kaliwungu, Jogja, Watucongol, Bendo Pare dsb.
Guru-guru beliau di antaranya adalah Abuya Abdulhalim Kadupesing, Buya Muqri
abdul hamid, Mama Ahmad Bakri Sempur, Mbah Dalhar Watucongol, Mbah Nawawi
Jejeran Jogja, Mbah Khozin Bendo Pare, Mbah Baedlowi lasem, Mbah Rukyat
Kaliwungu. Kebanyakan guru-guru tersebut wafat tak lama setelah abuya berguru.
Mungkin ini menunjukan bahwa Abuya mewarisi seluruh keilmuan dan keberkahan
mereka rahimahumullah.
Banyak kisah-kisah menakjubkan ketika beliau nyantri. Ketika mondok di watu
congol, Mbah Dalhar memberi kabar kepada para santri, besok akan datang ‘kitab
banyak’. Ini mungkin adalah sebuah isyarat akan datangnya seorang yang telah
mumpuni akan ilmu pengetahuan tetapi masih haus akan menuntut ilmu. Setelah
berada di pesantren Mbah Dalhar selama 40 hari abuya tak pernah di Tanya
dan disapa. Setelah 40 hari baru Mbah Dalhar memanggil, sampeyan mau apa
jauh-jauh ke sini. Saya mau mondok Mbah. Perlu kamu ketahui di sini gak
ada ilmu, ilmu itu ada di sampeyan. Kamu pulang aja syarahi kitab kitab mbahmu.
Saya tetap mau ngaji aja disini mbah. Kalau begitu kamu harus Bantu ngajar dan
gak boleh punya teman.
Ketika hendak mengaji ke Mbah Baidlowi Lasem beliau disuruh pulang. Tapi
Abuya tetap bertekad menjadi santri Mbah Baedlowi sampai akhirnya Mbah
Baidlowipun menerimanya. Ketika abuya bermaksud berijazah tareqat syadziliyah
kepad Mbah baedlowi beliau menyuruhnya beristikharah. Dengan tawaddu’
Mbah baedlawi merasa tidak pantas mengijazahkan tariqat kepada Abuya. kemudian
setelah istikharah dan menurut istikharah itu bahwa Mbah baedlawi adalah
mursyid yang sudah nihayah dalam tariqat dan tasawwuf , barulah Mbah Baedlowi
mengijajahinya.
Di pondok Bendo pare abuya dikenal dengan Mbah Dim Banten, nama ini
di laqobkan dengan asal Abuya yang berasal dari daerah Banten. Dan di pesantren
inilah Abuya diyakini oleh para santri sebagai sulthonul awliya. Wallahu a’lam.
Murid-murid beliau menyebar dari berbagai peloksok negeri. Mungkin jumlahnya
jutaan bila setiap orang yang pernah mendapatkan pengalaman batin yang berharga
dengan beliau di anggap sebagai murid walau ia hanya bersowan beberapa kali.
Atau pernah mengaji sekali atau dua kali di majlis beliau. Karena banyak para
tamu yang berniat hanya memohon do’a kemudian tertarik ingin mengikuti
pengajian beliau walau hanya sekali. Kiayi-kiayi sepuh wilayah Banten umumnya
mengikuti pengajian beliau setiap malam selasa yang dilaksanakan tengah malam.
Belum murid-murid yang berijazah hizib nashar dan tariqah Sadziliyah yang
jumlahnya sangat banyak.
Di antara murid-murid beliau adalah Ki Mufassir Padarincang, Abah
ucup Caringin, Habib hasan bin Ja’far Asseqaf pengasuh majlis ta’lim nurul
musthofa, Jakarta dan tentunya putra-putra Abuya seperti KH. Murtadlo dan KH.
Muhtadi..
Abuya bagi masyarakat Islam laksana oase di tengah kehidupan yang kering dari
nilai-nilai. Beliaulah lambang keterusterangan di tengah kegemaran berbasa
basi. Beliaulah lambang kiayi yang istiqomah di tengah maraknya kiayi yang
terpesona kehidupan duniawi. Karakternya begitu kuat. Wibawanya tak tertandingi
Presiden RI. Hidupnya begitu sederhana. Ia hanya tinggal di sebuah gubuk lusuh
yang terbuat dari bambu dan seng saja. Majlisnya tak berlistrik. Wajahnya
begitu manis. Marahnya adalah cinta. Lirikannya adalah berkah. Sentuhannya
adalah nikmat agung. Do’anya mustajab. Diamnya adalah berfikir dan berdzikir.
Siapa orang yang pernah berjumpa dengannya pasti akan mendapat kesan berharga
dalam kehidupannya. Kita termasuk orang-orang yang beruntung hidup sezaman
dengannya. Apalagi sampai dapat bertemu dengannya.
Penulis adalah salah seorang yang beruntung itu. Walau penulis tidak nyantri
kepada Buya. Penulis tahun 1994 nyantri di Mama Sanja Kadukaweng. Selama itu
penulis belum pernah bersilaturahmi kepada Buya. baru ketika penulis nyantri di
Abah Hasuri, di Kaloran Serang, adik seperguruan Buya ketika di Kadupesing,
penulis sering berziarah kepada beliau. Penulis mengikuti marhaban bersama
beliau di malam jum’at. Mengikuti pengajian malam selasa bersama beliau. Waktu
itu di antara kitab yang dibaca adalah uqudul juman. Alhamdulillah
penulis begitu beruntung ketika santri yang lain sibuk mencoret kitab, penulis
tak menghiraukan pelajaran karena sibuk memandang sebuah keagungan dari wajah
Buya. yang begitu khusyu membaca dan menerangkan kitab, dan pada suatu ketika
mata indah itu memandangi penulis dengan mesra dan cinta. Allahuma zid
syarafah.
Pada tahun 1999, penulis menikah. Tak lama isteri penulis hamil. Kebetulan
isteri penulis sedang berobat jalan ke dokter karena sebuah penyakit. Menurut
dokter obat yang harus diminum ini harus rutin diminum sampai beberapa bulan.
Dan obat ini bertentangan dengan kehamilan. Artinya bila terus meminum obat
ini, kehamilan harus ditunda, kalau tidak anak anda akan menjadi cacat. Waktu
itu dokter memberitahu penulis tanpa diketahui oleh isteri. Penulis bingung.
Umur kandungan sudah dua bulan lebih, alangkah berdosanya dan yang paling
mengganjal adalah, penulis adalah seorang santri yang diajarkan nilai-nilai
kepasrahan dan keyakinan kepada Tuhan oleh para kiayi. Masa iya penulis
tinggalkan keyakinan kepada Tuhan dengan dugaan dari sang dokter. Akhirnya
penulis memutuskan untuk meminta do’a kepada Buya. Malam jum’at itu penulis
berangkat dari Serang menuju Cidahu. Penulis berharap sampai di pesantren Buya
sebelum tengah malam agar dapat bermarhaban dengan beliau. Alhamdulillah
akhirnya penulis dapat bermarhaban bersama santri dan Buya. setelah marhaban,
sekitar jam tiga penulis keluar bersama santri dari majlis Buya. dipintu majlis
telah menunggu pembagi kue selimpo. Setiap habis marhaban santri
dapat pembagian kue khas Banten itu. Penulis menunggu waktu subuh di kamar
santri. Kebetulan cucu Yai Sanwani Sampang, guru penulis di pesantren Sampang
mesantren di pesantren Buya. Kami menunggu subuh di kamar tingkat yang sempit
yang hanya bisa untuk seorang. Kami berdesakan.
Ketika tong-tong berbunyi dari majlis Buya, seluruh santri bergegas ke
majlis buya untuk berjamaah solat subuh. Indah terasa solat di belakang Buya.
sepertinya malaikat-malaikat ruhaniyyin hanya memperhatikan Kami. Khusyu dan
syahdu. Ketika jamaah selesai seluruh santri keluar dari majlis. Penulis
sendirian diam terpaku memandang Buya membaca wiridannya. Kaki kanannya kadang
di angkat ke atas paha kirinya. Lama juga Buya membaca wirid dan berdo’a. Penulis
muali ragu, apakah penulis salah waktu ingin bertemu Buya. apakah nanti Buya
tidak marah penulis menunggu di belakangnya seperti ini. Ada niat dalam hati
penulis untuk keluar dari majlis buya. namun tiba-tiba seekor kucing masuk ke
majlis buya kemudian berdepa didekat penulis, seakan dia bermaksud menemani
penulis berhadapan dengan Buya. penulis mengurungkan niyat untuk keluar dari
majlis. Sekarang sudah ada teman. Rasa haibah dan takut masih melekat tapi
tidak sedahsyat sebelum ada teman kucing baik ini.
Derigen air sudah penulis kendurkan agar bila Buya selesai wirid, penulis
langsung memohon didoakan. Do’a untuk isteri dan kandungannya. Buya berdehem
masih menghadap kiblat. Kepalanya yang dibalut serban sepertinya agak menengok
ke samping sedikit, agaknya buya ingin tahu siapa orang yang menunggunya
ini. Matanya melirik penulis dan kucing baik yang berdepa dekat penulis.
Kemudian beliau meneruskan wiridnya. Kembali khusyu menghadap kiblat. Walau
sudah ada teman kucing baik penulis mulai ragu lagi, apakah lirikannya tadi
bermaksud menyuruh penulis keluar. Penulis bingung. Dalam kebingungan akhirnya
Buya bangkit dari sajadah dan berbalik kemudian berkata : “ti mana iyeu?
Walaupun penulis berbahasa jawa, penulis faham arti bahasa sunda itu, yang
artinya : dari mana ini? Penulis langsung berkata sambil
mendekatinya dan menyodorkan derigen air : ti serang, Buya, abdi nyuhunkeun
do’a, artinya dari Serang Buya saya memohon do’a. tak ada kalimat lain
yang mampu penulis katakana kepada Buya. kalimat memohon do’a untuk isteri dan
kandungannya pun tak sanggup penulis ungkapkan. Haibah dan wiqar
beliau begitu agung dan dahsyat.
Setelah itu Buya mendekatkan mulutnya ke derigen air itu, beliau meludahinya.
Kemudian penulis pamit bermaksud mencium tangan beliau untuk kedua kali. Beliau
menariknya, seakan tak mau salaman lagi. Penulis agak maras, dalam hati
penulis mungkin Buya marah karena wiridannya penulis ganggu. Penulis keluar
dari majlis. Penulis kira Buya sudah ke dalam kamar kecilnya. Ketika penulis
sampai pintu dan berbalik untuk mengenakan sandal, ternyata Buya masih
memandangi penulis. Mata indah itupun beradu dengan mata penulis. Begitu agung.
Ketika penulis hendak melangkah pergi, penulis melihat Buya mendekati pintu,
penulis faham bahwa Buya akan menutup pintu majlisnya. Dengan segera penulis
menutup pintu majlis itu, dan dari sela-sela pintu tertutup, penulis melihat
senyum bibir buya mengembang. Alhamdulillah, allahumma zid syarafah.
Air yang telah didoakan Buya itu langsung penulis bawa ke rumah. Isteri penulis
langsung meminumnya. Penulis menganjurkan obat dari dokter itu gak usah diminum
lagi. Dan alhamdulillah, anak penulis lahir dengan normal dan selamat
serta penyakit isteri penulis itupun sembuh. Semua itu atas idzin Allah Swt.
Dengan berkah wasilah do’a Buya Cidahu.
Karangan Abuya Dimyati di antaranya minhajul ishtifa menguraikan tenang hizb
nashar dan hijib ikhfa. Dikarang pada bulan rajab 1379/1959. juga
kitab ashlul qadr tentang khushushiyat sahabat pada perang badr. Juga
kitab bahjatul qolaaid, nadzam tijanuddarari, dan alhadiyyat
aljalaliyah tentang tareqat syadziliyah.
Manusia mulia yang sulit dicari penggantinya ini wafat malam jum’at jam 03:oo
WIB tanggal 07 sya’ban 1423 H. bertepatan dengan 03 oktober 2003 setelah
bermarhaban baru selesai. Yaa ayyatuhannafsul muthmainnah irji’ii ilaa
rabbiki raadliyatam mardliyyah fadkhulii fii ibaadii wadkhulii jannatii.
Syekh Astari Cakung (Seri Sejarah : Kiyai Banten)
Syekh Astari Cakung (Seri Sejarah : Kiyai Banten
Syekh Astari Cakung (Seri Sejarah : Kiyai Banten)
SEJARAH WALIYULLAH
SYEKH ASTARI CAKUNG
DIRUMUSKAN OLEH:
KH. MAUJUD
ASTARI
Penulis
H. IMADUDDIN UTSMAN, SA.g. MA.
Hudan linnas press
2011
Diterbitkan Oleh :
PONDOK PESANTREN NAHDLATUL ULUM
NAMA,
SILSILAH KELUARGA DAN KELAHIRAN
Beliau bernama lengkap Syekh Astari bin Maulana Ishaq bin Muhammad Rafiuddin
bin Nyi Hadisah binti Ki Alim bin Ki Bulus (Abdul Gani) bin Syekh Hasan Bashri
bin Ki Mahmud bin Raden Saleh bin Sulthan Abul Mufakhir Mahmud Abdul Qadir bin
Sultan Maulana Muhammad Nashruddin (Kanjeng Ratu Banten surosowan) bin Maulana
Yusuf bin Maulana Hasanuddin.
Dalam silsilah di atas ada seorang perempuan yang bernama Nyi Hadisah yang
terselip dalam silisilah para ayah. Hal ini dikarenakan sosok Nyi Hadisah yang
dalam tradisi lisan masyarakat cakung sangat di mulyakan. Ia adalah seorang
perempuan yang diyakini sebagai Waliyatullah yang sampai sekarang tidak
diketahui apakah sudah wafat atau belum. Tapi seseorang yang diberi penglihatan
batin menyebutkan bahwa petilasan Nyi Hadisah berada di depan Masjid Syekh
Hasan Bashri.Di hikayatkan bahwa Nyi Hadisah adalah perempuan wari’ah yang
menghabiskan hari-harinya untuk beribadah dan mengabdi di masjid Syekh Hasan
basri, masjid yang diberi nama dengan nama buyutnya yaitu Syekh Hasan
Basri.
Syekh Astari juga merupakan cucu dari Syekh Ciliwulung melalui ibu dari Syekh
Hasan Bashri yaitu Nyi Fatimah binti syekh ciliwulung.
Syekh Astari dilahirkan di kampung Cakung Kedung, sekarang kampung kedung masuk
wilayah kecamatan Gunung Kaler. Tepatnya Kampung Cakung Kedung Ds. Kandawati
Kecamatan Gunung kaler (Pemekaran Kecamatan kresek) Kabupaten Tangerang-Banten.
Tidak ada yang mengetahui tahun berapa tepatnya Syekh Astari di lahirkan.
Tetapi ketika kita menghitung umur syekh Astari yang ketika wafat pada tahun
1987 berusia 99 tahun, maka kita bisa mengurut angka tahun 1888 sebagai tahun
kelahiran beliau berarti beliau dilahirkan kira-kira lima tahun setelah
meletusnya gunung Krakatau pada tahun 1883. Dan berbarengan dengan terjadinya
perang geger cilegon yang melibatkan para petani dan ulama Banten utara melawan
pemerintahan colonial Belanda. Juga berarti beliau dilahirkan ketika Syekh
Nawawi al-Bantani masih hidup di Makkah Al mukarromah. Syekh Nawawi al bantani
wafat Sembilan tahun setelah angka kelahiran Syekh Astari Cakung,
tepatnya pada tahun 1897.
ORANG TUA
SYEKH ASTARI
Syekh Astari berasal dari keluarga yang sangat kuat memegang tradisi
kesantrian. Ayahnya, Maulana Ishaq, walaupun seorang pedagang adalah seorang
yang taat menjalankan nilai-nilai agama. Di tengah kesibukannya berdagang, ia
juga mengajar ngaji kepada para anak-anak di kampungnya. Kedermawanan adalah
sifatnya yang sangat menonjol. Berdagang, mungkin, hanya dijadikan sebagai
suatu media bagaimana ia dapat berbuat sesuatu untuk orang lain. Dikisahkan
setiap datang dari pasar ia selalu membawa berbagai oleh-oleh. Dan oleh-oleh
yang ia bawa bukan hanya untuk keluarganya di rumah, tapi juga untuk para
tetangga. Iapun rajin mendatangi rumah-rumah tetangga dan menanyakan apakah
para tetangga itu mempunyai beras atau tidak.
Akhlak para sahabat seperti Umar bin Khatab dan Sayyidina Ali Zainal Abidin bin
sayyidina husein ra., seperti di atas yang dimiliki Maulana Ishaq kemudian
diwarisi oleh putranya yaitu Syekh Astari Cakung yang akan dijelaskan kemudian.
Syekh Astari mempunyai ibu bernama Nyi Ratu Nasiah. Sama seperti suaminya ia
juga berdagang pakaian, ragi dan boreh. Boreh adalah sejenis bedak yang terbuat
dari tepung beras dan rempah-rempah yang sangat masyhur dipakai oleh para gadis
dan ibu-ibu di Banten untuk mempercantik diri dan Nampak awet muda. Sifat
suaminya yang dermawan juga dimiliki oleh Nyi Ratu nasiah. Ia juga dikenal
begitu dermawan.
PENGEMBARAAN
ILMIYAH SYEKH ASTARI CAKUNG
Selain kepada ayahnya maulana Ishaq, Syekh Astari kecil mula-mula belajar ngaji
di kampungnya kepada Ki Muhammad Zen, seorang ulama yang juga mempunyai garis
keturunan kepada Syekh ciliwulung. Kalau Syekh astari mempunyai garis keturunan
kepada Syekh Ciliwulung melalui anak perempuannya yang bernama Nyai Ratu
Fatimah,ibu Syekh Hasan Basri, maka Ki Muhammad Zein melalui anak
laki-laki Syekh Ciliwulung yang bernama Ki Cinding. Memang Syekh Ciliwulung
kemudian mempunyai banyak keturunan yang menjadi para kiayi khususnya di
wilayah Kresek, Binuang dan Gunung Kaler dan umumnya di Banten Utara. Di daerah
Tanara, Tirtayasa dan Carenang banyak para ulama yang juga mempunyai garis
keturunan kepada Syekh Ciliwulung melalui putra Syekh Ciliwulung yang bernama
Ki Sauddin.
Kita bisa menyebutkan beberapa contoh para kiayi yang mempunyai garis keturunan
kepada Syekh Ciliwulung. Ki Adung seorang kiayi dari laban Tirtayasa adalah
seorang kiayi yang memiliki garis keturunan kepada syekh Ciliwulung melalui Ki
Sauddin. Begitu juga Kiayi soleh dan kiayi Fathoni Lempuyang. Ki Syafei bin
Makiyya dari Kebon Jeruk memiliki garis keturunan kepada syekh Ciliwulung
melalui Ki Cinding. Ki Amran Bugel juga keturunan Syekh Ciliwulung melalui Nyi
Ratu Fatimah. Sedangkan di Kresek Abuya Amin koper bersambung silsilahnya
melalui Nyai Ratu Fatimah. KH. Mufti bin Asnawi seorang ahli fiqh dari Cakung
srewu memiliki garis keturunan kepada Syekh ciliwulung melalui Ki Syueb.
Syekh Asnawi Caringin melaui ibunya juga keturunan Sekh Ciliwulung dari Ki
Cinding. KH. Makmun, Ki Busyra dan Ki Salim yang kesemuanya anak Ki Muhammad
zen Cakung guru Syekh Astari memiliki garis silsilah kepada Syekh Ciliwulung
melalui Ki Cinding. Dan masih banyak kiayi yang masih hidup yang memiliki garis
keturunan dengan syekh Ciliwulung.
Garis nasab para ulama Banten Utara bisa dikatakan didominasi oleh dua garis
silsilah yaitu garis silsilah Pangeran Sunyararas tajul arsy Tanara dan syekh
Ciliwulung Cakung. Dari garis Pangeran Sunyararas tajul arsy, kita bisa
menyebutkan beberapa ulama seperti Syekh Nawawi al-Bantani, Syekh Umar
Rancalang, SYekh Nawawi Mandaya dan syekh Abdul Karim yang merupakan khalifah
toriqoh Al Qodiriyah wa al Naqsyabandiyah.
Kembali kepada pembahasan masa belajar Syekh Astari.
Dikisahkan Syekh Astari kecil ketika mulai mengaji kepada Ki Muhammad zen
selalu datang sebelum teman-temannya datang dan pulang setelah semuanya pulang.
Walaupun datang pertama kali, syekh astari tidak langsung mengaji tapi dia
menyimak pengajian teman-temannya satu persatu. Ia membuka halaman al Qur’annya
teman. Inilah yang membuat Syekh Astari sekali mengaji dapat berpuluh kali
lipat pelajaran daripada teman-temannya dalam semalam.
Suatu ketika Ki Muhammad zen ketiduran ketika Syekh astari sedang mengaji
karena Syekh Astari mengaji terakhir dan waktu sudah larut. Walaupun mengetahui
gurunya tertidur Syekh Astari tetap terus membaca al Qur’an. Karena murid hanya
boleh berhenti mengaji apabila gurunya memerintahkan berhenti. Rupanya karena
lelah Ki Muhammad zen tidur cukup lama. Walaupun syekh Astari merasa lelah
karena terus membaca al Qur’an ia tetap tak mau berhenti sampai gurunya bangun
dan menyuruhnya berhenti. Ketika Ki Muhammad Zen terbangun alangkah kagumnya ia
kepada Syekh Astari ketika mendapatinya masih terus mengaji di hadapannya. Ki
Muhammad yakin suatu saat nanti Syekh Astari kecil akan menjadi ulama besar
yang akan menjadi tumpuan umat.
Setelah menganjak remaja, syekh Astari diserahkan orang tuanya untuk mesantren
kepada syekh Jaliman di Bunar-Pematang.
SANTRI SANGA
DI SATU PESANTREN
Ketika mesantren di pesantren Bunar asuhan Syekh Jaliman, Syekh Astari satu
qurun bersama delapan orang sahabat yang kemudian kesembilan orang ini menjadi
para ulama besar. Mereka adalah Syekh Nawawi mandaya, Syekh umar rancalang,
Syekh Ardani Dangdeur, Syekh Balqi Paridan, Syekh Hamid Banten Girang, Syekh
Sadeli Bogeg, syekh Jamhari (kemudian dijadikan menantu syekh Jaliman), Syekh
Mustaya Binuang dan Syekh astari sendiri. Selain delapan teman itu syekh Astari
juga sequrun dengan Ki Kharis Cisimut.
Syekh Nawawi Mandaya berusia paling dewasa dibanding dengan delapan sahabat
lainnya. Perbedaan umur antara Sekh Nawawi mandaya dan Syekh astari sekitar
tigabelas tahun. Hal ini dapat disimpulkan karena pada saat ayah Syekh nawawi
Mandaya yang bernama Syekh Muhammad Ali (pengarang kitab Murad Awamil) di buang
ke Digul-Papua Barat atau irian Jaya pada tahun 1888 karena terlibat
pemberontakan pada perang Geger cilegon, syekh Nawawi Mandaya sudah berumur
duabelas tahun.
Perang Geger Cilegon walaupun terjadi di cilegon tetapi lebih banyak melibatkan
para ulama di daerah Banten Utara bagian timur seperti Syekh Abdul Karim
Tanara, Syekh Asnawi Bendung, Ki Marzuki, Syekh Muhammad Ali Mandaya, Ki Arsyad
towil (kemudian wafat di manado) dll. Ketika Syekh Muhammad Ali yang dibuang ke
Digul bersama isteri dan anaknya (Syekh Nawawi mandaya) pulang dari digul
dengan perahu layar. Terjadi sesuatu yang mengharuskan mereka menepi ke timur
Kupang. Akhirnya Syekh Muhammad Ali memutuskan untuk menyebarkan agama di Timur
Kupang dan menetap di sana sampai wafatnya. Sedangkan isteri dan anaknya
kembali pulang ke Banten dan menetap di Mandaya.
BERTAPA DI
GOA UMBUL
Di dekat pesantren yang diasuh syekh Jaliman di Pematang terdapat sebuah goa
yang bernama Goa Umbul. Menurut kepercayaan masyarakat dahulu ketika sedang
berkelana Maulana hasanuddin, sultan Banten yang pertama, pernah bertafakur di
goa tersebut.
Menurut penuturan syekh Jamhari, dulu waktu sama-sama nyantri dengan Syekh
Astari di Pesantren Bunar, ia melihat Syekh Astari memasuki Goa umbul, ia
perhatikan sudah satu hari syekh Astari tidak keluar goa. Kemudian ia membawa
makanan kedalam goa. Ia mendapati syekh astari sedang duduk dengan khusyu. Ia
meninggalkan makanan itu di hadapan syekh Astari. Lalu keesokannya lagi syekh
Jamhari kembali membawa makanan ke dalam goa. Namun ia mendapati makanan yang
kemarin dibawanya masih utuh. Tahulah ia bahwa syekh astari sedang berpuasa
wishal. Lalu ia membawa makanan yang dibawanya kemarin dan meletakan
makanan yang baru di hadapan Syekh astari. Mungkin saja makanan yang baru
ini akan dimakan. Keesokannya lagi, Syekh jamhari mendatangi kembali Syekh
Astari ke dalam goa umbul. Ia mendapatinya tetap duduk penuh khusyu. Kembali ia
melihat makanan yang dibawanya kemarin masih utuh. Namun ia tetap meletakan
makanan yang baru di hadapan Syekh Astari yang masih khusyu duduk tanpa sepatah
kata.
Syekh jamhari tidak bosan membawa makanan untuk syekh astari selama satu
jum’at. Setelah tujuh hari didapatinya Syekh Astari tak memakan makanan
secuilpun, barulah ia tahu bahwa mungkin Syekh Astari sudah berniat bertapa di
goa umbul ini untuk waktu yang lama. Kemudian untuk hari-hari selanjutnya ia
tak membawa makanan untuk Syekh Astari, ia hanya sesekali menengoknya untuk
memastikan bahwa ia dalam keadaan baik-baik saja. Setelah beberapa lama waktu
berjalan syekh Astari keluar dari Goa Umbul. Syekh jamhari yang selalu
menghitung hari pertapaan Syekh astari mengatakan bahwa Syekh astari
berada dalam Goa Umbul itu selama empatpuluh hari empatpuluh malam. Sama
seperti dulu Sultan Banten yang pertama Maulana hasanuddin bertapa di sana.
Masih menurut penuturan syekh jamhari, bahwa pertapaan Syekh Astari di dalam
goa Umbul bukan hanya sekali saja, tapi beberapa kali yang kesemuanya konsisten
selama empatpuluh hari empatpuluh malam.
KISAH
PERTARUNGAN BIAWAK DAN ULAR DI GOA UMBUL
Goa Umbul selain dikenal sebagai tempat pertapaan Maulana Hasanuddin, juga
sangat mashur dengan kisah pertarungan Sembilan biawak besar penunggu goa Umbul
melawan ular besar yang mnyerang goa. Ukuran besarnya ular itu kira-kira
sepohon kelapa sedangkan panjangnya memanjang cukup panjang. Bahkan beberapa
kepercayaan menyebutkan kepala ular itu berada di depan mulut goa sedangkan
ekornya masih ada di Merak-Cilegon.
Peristiwa pertarungan antara biawak besar penunggu goa dengan ular besar itu
terjadi beberapa hari sebelum peristiwa pemberontakan G30S/PKI. Karena yang
bertarung adalah makhluk-makhluk besar maka menimbulkan suara kegaduhan yang
cukup menarik perhatian warga.
Pertarungan itu berlangsung kira-kira selama limabelas hari mulai dari ba’da
ashar sampai maghrib datang. Anehnya ular itu datang dan pergi dari satu jalan.
Artinya ia pulang dari bekas jalan yang dilaluinya ketika datang sehingga tidak
merusak pohon padi yang lain selain yang ia lalui ketika pertama datang.
Peristiwa itu terjadi secara dzahir dapat disaksikan oleh siapapun yang hadir.
Anak-anak, remaja, orang dewasa, laki-laki dan perempuan dapat menyaksikan
peristiwa itu. Suara menggelegar bagai petir kadangkala terdengar dari benturan
akibat pertarungan. Tiga biawak menjaga pintu goa. Sedangkan enam lainnya
bertarung menghadapi ular. Apabila di antara enam biawak ini ada yang terluka,
maka salah satu dari tiga penjaga pintu goa ini maju ke depan. Sedangkan yang
terluka ini kemudian memasuki goa untuk minum dan menyelam dalam air yang
terdapat dalam goa.
Anehnya setelah meminum dan menyelam dalam air yang terdapat dalam goa
luka-luka biawak ini segera sembuh. Kemudian setelah sembuh ia bergantian
menjaga goa dan apa bila ada yang terluka dari enam biawak yang bertarung maka
salah satu di antara tiga penjaga goa itu maju ke depan dan terus demikian.
Sampai akhirnya ular besar itu kalah dalam pertarungan.
Menurut keyakinan sebagian orang, kekalahan ular itu menjadi isyarat akan
kekalahan PKI yang berusaha memberontak terhadap pemerintah Republik Indonesia.
Walaupun PKI telah berhasil membunuh tujuh jenderal tapi secara umum
pemberontakanya gagal. Jika ular itu sampai bisa masuk dan menduduki goa
niscaya PKI akan menguasai Indonesia.
KH. Maujud Astari yang mendengar cerita itu dari Syekh Jamhari mulanya hanya
menganggap kisah biawak itu hanya sebuah cerita. Tetapi ketika ia berkunjung ke
goa Umbul pada tahun 2007 beserta jamaah majlis Dzikir Al-Hudro perumahan
Korem Serang dengan dua mobil dan diiringi motor pada hari jum’at jam 11 siang,
ternyata memang biawak itu ada di depan mulut goa. Jumlah biawak yang dapat
dilihat H. maujud dan rombongan berjumlah 5 biawak. Di antara 5 biawak itu ada
yang berwarna putih. Kebetulan H. Maujud membawa Handycam dan kamera seraya ia
memotret biawak tersebut namun aneh biawak tersebut tidak kena di foto begitu
pula dengan handycam.
Menurut cerita KH. Maujud, kemudian ia berdo’a: “Ya Allah perkenankanlah Saya
masuk ke dalam goa ini, karena saya ingin berdo’a untuk Negara Indonesia agar
seluruh rakyatnya betul-betul menikmati kemerdekaan dalam kemakmuran.” Akhirnya
ia diberi ilham untuk masuk melalui atas goa. Ia pun menaiki bebatuan di atas
goa untuk menghindari biawak yang menunggu mulut goa. Setelah sampai atas goa
ia melihat sebuah lobang yang menuju ke dalam goa. Aneh, walaupun lobang ini
cukup besar tapi rerontokan daunpun nampaknya tidak bisa masuk ke dalam goa.
Sepertinya goa ini ditunggu makhluk gaib yang senantiasa menjaga kebersihan
goa.
Kemudian KH Maujud datang kembali ke goa Umbul bersama jamaah majlis dzikir
Bunut di antaranya H. bauti, Mahfudz dan H. Mansur. Kembali KH. Maujud dan
jamaah dapat melihat biawak-biawak itu. Pak Adam Malik, salah seorang wakil
presiden pak harto, beliau pernah membawa biawak-biawak ini beserta kotoran
kelalawar sekitar goa dalam karung-karung untuk pupuk. Namun setelah sampai
tujuan yang tersisa hanya karung-karungnya saja, sedangkan biawak dan kotoran kelalawar
itu hilang.
KISAH PERTAPAAN SYEKH NAWAWI MANDAYA
Syekh Astari seperti dikisahkan di atas, ketika mesantren di Syekh Jaliman
berbarengan dengan delapan santri yang kelak mereka menjadi para ulama besar.
Di antara mereka adalah Syekh Nawawi bin Muhammad Ali Mandaya. Usia Syekh
Nawawi bisa dikatakan paling dewasa. Suatu ketika Syekh Jaliman memerintahkan
Syekh Nawawi untuk membantu mengajar ngaji kepada para santri karena memang
Syekh Nawawi sejak kecil telah mendapat bimbingan langsung dari ayahandanya
yaitu Syekh Muhammad Ali. Bahkan dikisahkan ketika mesantren di Syekh Jaliman
Syekh Nawawi telah hafal kitab-kitab nadzam dan matan. Ketika pulang dari Digul
pada usia duabelas tahun bersama ibunya, Syekh Nawawi telah hafal kitab Murad
awamil karangan ayahnya. Maka tak heran kalau banyak orang yang mengira bahwa
kitab tersebut karangan Syekh Nawawi.
Ketika mendapat perintah gurunya untuk mengajar para santri Syekh Nawawi
bingung, bukan tidak mampu tapi apakah ia pantas, itu fikirnya. Maka ia
kemudian memohon kepada teman-teman sekobongnya untuk sementara ia dibiarkan
sendiri di dalam kamar. Kebetulan beliau satu kobong dengan 8 sahabat yang
disebutkan di atas.
Ternyata Syekh Nawawi tidak pernah keluar dari kobong dalam waktu yang cukup
lama. Kemudian hal itu di laporkan kepada Syekh Jaliman, dan menurut syekh
Jaliman para teman-temannya jangan mengganggu Nawawi, biarkan saja ia dalam
kobong sampai keluar dengan sendirinya. Setelah ditunggu-tunggu akhirnya Syekh
Nawawi keluar dari kobong setelah genap empat puluh hari ampatpuluh malam.
Setelah itu Syekh jaliman mempersiapkan kenduri atau selametan untuk Syekh
Nawawi karena bahagia mempunyai murid seperti Syekh nawawi dan sebagai takriman
wa ta’dziman kepada ayahnya seorang ulama pejuang yang rela meninggalkan Nagari
Banten yang di cintainya demi tugas dakwah di negeri yang jauh di ujung Barat
Nusantara.
Setelah tahannus selama empatpuluh hari empatpuluh malam itulah akhirnya Syekh
Nawawi mau membantu mengajar para adik-adik santrinya.
SYEKH NAWAWI
MANDAYA DIPERINTAHKAN BIKIN PESANTREN
Setelah beberapa tahun Syekh Astari mesantren di Syekh Jaliman, tibalah saat
Syekh Astari untuk meninggalkan pesantren Bunar. Yaitu saat Syekh Jaliman memerintahkan
Syekh Nawawi untuk pulang ke Mandaya dan mendirikan pesantren. Selain
memerintahkan Syekh nawawi pulang dan mendirikan pesantren, Syekh Jaliman juga
memerintahkan delapan sahabat untuk mengikuti Syekh Nawawi dan mengaji
kepadanya. Walaupun sebenarnya Syekh astari masih merasa betah tinggal di Bunar
mengaji dengan Syekh jaliman, tetapi karena ini perintah guru, syekh Astari tak
pernah bertanya mengapa ia langsung sam’an watoatan mentaati perintah
gurunya. Dalam dunia pesantren diajarkan ketaatan murid kepada guru adalah
ibarat mayit ditangan gosil (orang yang memandikan mayit).
Ketaatan
murid kepada guru adalah ketaatan dzohir dan batin. Jiwa raga seorang santri
dihadapan kiayinya adalah jiwa raga kepasrahan yang sempurna. Keberkahan dan
futuh dalam dunia pesantren adalah kunci kemanfaatan. Dan kunci kemanfaatan itu
bisa diraih hanyalah dengan kepasrahan yang sempurna kepada guru. Bahkan bila
kiayi memerintahkan muridnya untuk masuk ke dalam kobaran api yang
menyala-nyala maka seorang santri al-shodiq tidak akan bertanya mengapa ia
harus masuk ke dalam api tetapi ia akan langsung memasuki api itu dan tak akan
bertanya mengapa.
Demikianlah
jiwa raga syekh astari telah dipasrahkan seluruhnya tanpa tersisa kepada
Syekh jaliman. Ketika Syekh Jaliman memerintahkan untuk mengikuti Syekh Nawawi
ke mandaya, syekh Astari dan tujuh sahabat lainnya taat.
Akhirnya
pengelanaan syekh astari dalam dunia ilmiyah sampai di Mandaya. Orang yang dulu
adalah teman sekobong, kini menjadi guru. Walaupun ia berguru kepada teman
mesantren, tetapi ketaatan dan hormat Syekh Astari kepada Syekh Nawawi
SYEKH ASTARI
DAN SYEKH MUSTAYA BINUANG
Seperti dikisahkan sebelumnya, bahwa Syekh Astari satu qurun dengan delapan
sahabat yang kemudian menjadi ulama besar. Di antara delapan sahabat itu adalah
syekh Mustaya Binuang. Ia adalah teman Syekh Astari sejak di pesantren Bunar
asuhan Syekh jaliman. Kemudian keduanya menjadi murid dari Syekh Nawawi Mandaya
yang juga adalah satu pesantren ketika di pesantren Bunar.
KH. Maujud bin Syekh Astari mengkisahkan pertemuannya dengan Syekh Mustaya
untuk pertama kalinya. Ketika itu KH. Maujud masih mesantren di KH. Suhaimi
Sasak.
KH. Maujud datang ke Binuang bersama seorang temannya untuk bersilaturahmi dan
memohon do’a. ia melihat Syekh mustaya sedang duduk dengan mata ke
langit-langit rumah. KH. Maujud mengucapkan salam. Tapi Syekh Mustaya masih
diam terpaku dengan mata masih menatap kosong ke langit-langit. Terpaksa KH.
Maujud dan temannya duduk tanpa dipersilahkan setelah mencium tangan Sang
syekh. Lama terjadi keheningan di antara mereka.
Setelah beberapa saat terdiam KH maujud kikuk melihat Syekh Mustaya tetap
terdiam, akhirnya ia mengawali pembicaraan: “Yai, saya kesini mau memohon
do’a”. mendengar KH Maujud berkata demikian Syekh Mustaya menggebrak meja
sambil mengatakan: “Kamu juga kan bisa berdo’a, ngapain minta-minta doa.pada
saya, Abahmu Syekh astari itu mesantrennya bareng ama saya”. KH maujud dan
temannya kaget karena gebrakan meja itu, dan heran karena Syekh Mustaya
mengetahui bahwa ia adalah putra Syekh Astari padahal ia belum pernah
silaturahmi kepada Syekh mustaya. Pertemuan itu adalah pertemuan pertama.
Syekh Mustaya adalah kiayi yang kharismatik dan penuh karomah. Selain mengajar
santri ia juga sering berceramah di berbagai tempat. Zaman itu masih banyak
masyarakat yang bila mengadakan hajat menanggap ubrug, jaipong, golek dan
kemaksiatan lain. Tak jarang waktunya berbarengan dengan ceramah Syekh mustaya.
Para jawara telenges sering merasa gerah dengan adanya ceramah syekh
Mustaya yang sering menyinggung orang menanggap jaipongan dan sebagainya.
Akhirnya para jawara mengadakan berbagai macam upaya untuk menggagalkan ceramah
Syekh Mustaya.
Di suatu ceramah tiba-tiba speker yang dipakai Syekh mustaya ceramah mati
karena kabelnya ada yang memotong. Akhirnya Syekh Mustaya mengambil sandalnya
untuk dijadikan sebagai mix, akhirnya suara Syekh mustaya menggema di
loudspeaker seperti menggunakan mix sungguhan.
Dilain acara ceramah yang barungan dengan tanggapan ubrug, syekh Mustaya
menggerakan teko yang berisi kopi kepada para hadirin dari kejauhan. Teko ini
menuangkan kopi kepada para hadirin satu persatu tanpa ada orang yang
memegangnya. Sehingga orang-orang yang semula menonton ubrug jadi penasaran
untuk menghadiri ceramah Syekh Mustaya.
Kembali kepada kisah kunjungan KH. Maujud kepada Syekh mustaya.
Syekh Mustaya menceritakan kepada KH. Maujud kisah tentang waktu ia dipesantren
bersama Syekh Astari. Menurut Syekh Mustaya, Syekh astari adalah sosok yang
sukar dicari tandingnya akan akhlak dan lain sebagainya.
Syekh astari adalah orang yang mempunyai akhlak yang sangat sempurna ketika di
pesantren. Ketawaduannya kepada teman tidak ada bandingnya. Setiap mengaji di
hadapan guru ia selalu datang sebelum guru datang. Dan di dalam pengajian ia
duduk bersama teman ketika berdesakan selalu menaikan paha temannya di atas
pahanya. Ia hanya mau memberi tak mengharap diberi. Ia hanya mau memangku tak
berharap di pangku. Ia hanya mau membahagiakan tak mengharap balasan.
Teman yang sering di sandinginya adalah syekh Mustaya, maka Syekh Mustayalah
yang sering pahanya ditumpangkan di atas paha Syekh astari. Suatu ketika ketika
Syekh Astari tidak ada Syekh Nawawi mengatakan kepada seluruh para santri bahwa
ia melihat cahaya terang dari wajah Astari dan menganjurkan kepada para santri
untuk tidak berbuat yang kurang baik kepada Syekh Astari.
Ketika mendengar penuturan Syekh Nawawi itu, syekh Mustaya tidak mau lagi
menumpangkan pahanya di atas paha Syekh Astari walaupun Syekh Astari memaksa.
Tapi tetap saja sepanjang pengajian keduanya hanya sibuk menumpangkan paha
temannya kepada yang lainnya. Sehingga Syekh Mustaya akhirnya mengalah.
Ketika tiba giliran mengaji berikutnya, Syekh Mustaya sengaja datang terlambat
agar bisa menjauhi syekh astari. Ia tahu pasti syekh Astari akan masuk majlis
sebelum syekh Nawawi datang. Setelah ia memastikan syekh Astari duduk di
majlis, barula ia masuk majlis dan sengaja ia duduk jauh dari tempat Syekh
astari. Ketika Syekh mustaya sedang asik mengaji betapa kagetnya ia karena
Syekh Astari telah berada di sampingnya dan telah menumpangkan paha syekh
Mustaya di atas pahanya sendiri.
Syekh Mustaya menceritakan bahwa Sekh Astari hanya mempunyai satu pakaian untuk
dikenakan. Bukan karena ia tak punya. Keluarganya adalah keluarga yang
berkecukupan. Tapi karena bila ia mempunyai dua baju atau lebih, maka ia akan
segera memberikannya kepada orang lain. Ia hanya mau mempunyai baju satu saja
yaitu yang menempel di badannya. Ketika satu baju ini di cuci ia berendam di
dalam air sampai bajunya kering.
Begitu juga bila ia pulang dari rumah membawa beras, lauk pauk dan sebagainya
maka sesampainya di pesantren semua beras dan yang lainnya ia bagikan kepad
teman-temannya. Sementara ia melalui hari-hari berikutnya dengan kepasrahan
kepada Allah Swt.
SEMBILAN
SAHABAT BERPISAH
Setelah beberapa tahun mendapat bimbingan dari Syekh Nawawi Mandaya, akhirnya
Syekh Nawawi mempersilahkan delapan orang ini untuk pulang ke kampungnya
masing-masing guna mengamalkan ilmu di masyarakat. Sebelum pulang delapan
sahabat ini bersepakat untuk membantu pembangunan rumah Syekh Nawawi yang
kebetulan baru saja bersiap-siap akan membangun rumah. Kebetulan mereka selain
sebagai santri juga cakap dalam pertukangan.
Syekh mustaya menceritakan bahwa Syekh astari yang berbadan kurus sangat
cekatan dalam mengerjakan apapun. Apalagi ketika sampai mengerjakan bagian
kuda-kuda di atas. Tubuh Syekh astari begitu lentur bergelayutan untuk
mengerjakan pekerjaan tertentu. Syekh Mustaya rupanya agak takut ketinggian. Ia
ingin membantu syekh Astari di atas tapi ia takut ketinggian. Rupanya Syekh
Astari mengetahui gerentes hati Syekh mustaya, akhirnya ia mengulurkan tangan
kepada Syekh Mustaya untuk ikut naik. Mulanya Syekh Mustaya ragu-ragu. Tapi
akhirnya Syekh Mustaya menyambut tangan Syekh Astari dan aneh ketika tangan
syekh mustaya menyentuh tangan Syekh astari, seluruh rasa takut itu hilang.
Rumah itupun setelah beberapa hari hamper rampung kecuali ketika hendak
membikin undak paling atas. Delapan sahabat ini berbeda pendapat. Ada yang
mengusulkan begini, ada yang begitu. Akhirnya syekh Nawawi turun tangan sendiri
untuk menentukan model yang ia inginkan.
Kejadian undak itu adalah isyarat bahwa sejadug-jadugnya murid tetap saja ujung
penyelesaiannya adalah sang guru. Setelah rumah selesai dibangun, Syekh nawawi
memerintahkan delapan sahabat ini untuk bertahannus selama empatpuluh hari
empatpuluh malam di payon rumah barunya itu.
Setelah selesai bertahannus, delapan sahabat ini dipersilahkan pulang kembali
ke kampungnya masing-masing untuk mengamalkan ilmu di tengah masyarakat.
Akhirnya setelah sekian tahun bersama mulai dari pesantren Bunar asuhan syekh
jaliman sampai di Mandaya kesembilan sahabat ini berpisah.
KEHAUSAN
ILMU
Setelah pulang dari Mandaya, Syekh Astari pulang ke cakung. Sesuai amanat
gurunya ia mengamalkan ilmu semampunya di tengah masyarakat cakung. Umurnya
waktu itu sekitar tigapuluhan. Tidak ada riwayat yang jelas apakah ketika itu
ia sudah menikah ataukah belum. Pada zaman dahulu sudah lazim santri yang telah
layak menikah mempunyai isteri di sekitar tempat ia mesantren sambil terus
mengaji.
Walaupun telah diam di Cakung, syekh Astari tidak menghentikan kehausannya akan
ilmu agama. Kadangkala ia ke luar cakung untuk mengaji pasaran. Tercatat Syekh
astari kemudian mesantren kepada Syekh Piyan di Laes. Juga kepada Syekh Misbah
dan syekh Toyib di Koper. Termasuk kepada Ki romli di Cideng Kresek. Juga
kepada beberapa kiayi yang lain.
Sekitar tahun 1920 Syekh astari mendirikan pesantren di cakung. Berdatanganlah
para murid dari berbagai daerah.Syekh astari menekuni pesantren sampai
kemerdekaan Republik Indonesia pada tahun 1945.
SEMANGAT
SYEKH ASTARI UNTUK INDONESIA MERDEKA
Di
masa perang, Syekh Astari gigih memberikan semangat kepada para pejuang untuk
siap berperang merebut kemerdekaan. Ki Busyro mengisahkan bila saatnya tiba
para tentara berperang, maka Syekh Astari mempersiapkan gentong yang berisi air
kemudian para tentara itu satu persatu diberi minum dan di mandikan oleh Syekh
astari agar hatinya bersih dan penuh keikhlasan dalam berperang. Selain itu
untuk menambah keberanian tentara. Karena sebagian dari keistimewaan
putra-putra Banten adalah memiliki bakat keberanian yang turun temurun. Air
yang diberikan syekh astari itu hanya menambah dan mengasah keberanian yang
telah melekat ada di dada putra Banten. Takut, adalah kata yang tak diajarkan
bagi putra Banten sejati. Keberanian adalah jiwa, dan akhlak adalah hiasanya.
Sebelum
kemerdekaan, Sukarno mendatangi Syekh astari untuk bersilaturahmi dan
memusyawarahkan bagaimana supaya Indonesia cepat merdeka. Ketika itu Syekh
Astari sedang bikin sebuah sumur, Sukarno pun ikut bersama syekh astari
memperhatikan para tukang penggali sumur. Sukarno memang sering berziarah ke
Cakung sejak muda. Disela-sela kesibukannya menggalang para pejuang
kemerdekaan, Sukarno menyempatkan waktunya untuk memenuhi hasrat batinnya
berziarah ke para wali termasuk kepada para wali di Cakung.
Ki Hamzah
dari Talaga cisoka mengisahkan bagaimana pertemuannya dengan syekh Astari di
serang. Syekh astari menyatakan Indonesia bisa merebut kemerdekaan dengan
perjuangan dan do’a. Syekh Astari menyarankan kepada orang-orang yang mampu
untuk pergi haji ke Makkah dan berdo’a di hadapan ka’bah untuk kemerdekaan
Indonesia.
Ketika Ki
Hamzah hendak mesantren ke Rangkas Bitung bersama sekitar lima orang temannya
melalui stasiun tenjo, ia bertemu dengan dua orang yang berpakaian rapi. Kedua
orang itu bertanya “mau kemana, dik?”. Ki Hamzah dan teman-temannya menjawab
“Kami mau mesantren di rangkas Bitung dengan kreta, pak”. “O, kebetulan Kami
juga mau ke Rangkas, biarlah adik semua bareng dengan Kami saja!”. Tanpa menolak
Ki hamzah dan teman-teman menuruti ajakan dua orang tersebut. Mereka satu
gerbong dengan keduanya. Semua ongkos Ki Hamzah dan teman-teman di tanggung
keduanya, bahkan seluruh penumpang di gerbong itu biayanya ditanggung mereka
berdua.
Rupanya
tanpa disangka, tujuan Ki Hamzah dan teman-teman sama dengan kedua orang yang
berpakaian rapih itu, yaitu pesantren di daerah rangkas. Setelah tiba di
pesantern itu, rupanya di pesantern itu sedang ada acara pertemuan akbar. kedua
orang ini memang sedang ditunggu. Ki Hamzah dan teman-teman heran, siapakah
kedua orang yang bersama mereka di kreta itu. Mengapa mereka berdua begitu
ditunggu dan dielu-elukan. Ketika memasuki pintu gerbang ada orang berseru
“Selamat datang kepada IR. Sukarno pejuang kemerdekaan Indonesia”!.barulah Ki
Hamzah dan teman-teman tahu bahwa orang yang bersamanya adalah Ir. Sukarno
seorang pemuda yang selama ini menjadi buah bibir anak bangsa akan
kesemangatnya memperjuangkan Indonesia merdeka. Dalam pidatonya Ir. Sukarno
mengatakan Indonesia harus merdeka pada tanggal 17 agustus 1945.
Setelah
beberapa tahun mesantren di Rangkas, ketika Ki Hamzah telah berada di Cisoka.
KH. Ahmad Khatib pidato di cisoka bahwa Indonesia akan merdeka pada tanggal 17
agustus 1945, sama dengan pidato Ir. Sikarno di Rangkas.
Kemudian Ki
Hamzah pergi Ke Makkah Al Mukarromah untuk menunaikan ibadah haji ia bertemu
dengan Syekh Astari cakung di rumah Syekh Nawawi di Syib Ali. Kemudian mereka
berdo’a di depan ka’bah untuk kemerdekaan Indonesia.
Dalam
kisahnya Ki Hamzah meriwayatkan bahwa selain bertemu dengan Syekh Astari ia
juga bertemu dengan Syekh Nawawi Tanara.dan Syekh hasan bashri. Padahal Syekh
Nawawi Tanara dan Syekh Hasan Bashri telah wafat ketika itu. Apalagi syekh
hasan Bashri telah wafat sekitar tigaratus tahun. Pertemua dengan para ulama
yang wafat adalah hal yang lumrah dalam dunia pesantren. Karena orang-orang
mulia itu sebenarnya tidak mati.
Menurut Ki
Hamzah, setelah berdo’a bersama Syekh astari, Syekh Hasan Bashri dan Syekh
Nawawi, Syekh Hasan Bashri Cakung mengatakan “Kalau sudah berdoa semuanya harus
segera pulang ke Jawa untuk mengawal kemerdekaan Indonesia!”. Akhirnya semuanya
sepakat untuk segera pulang, namun kapal yang mengangkut mereka tidak ada.
Kemudian Syekh Hasan bashri bertanya “siapa yang bisa menyiapkan kapal?.
Kemudian Syekh Hasan Bombay mengatakan saya siap menyiapkan lima kapal” kata
Syekh Hasan bahsri “ kalau Cuma lima masih kurang, siapa lagi yang bisa
menyiapkan sisanya?” kemudian ada seorang janda kaya namanya Nyi ratu Juriah
yang sanggup menyiapkan tiga kapal. Akhirnya mereka dan para orang-orang Banten
dan nusantara yang berada di makkah pulang ke Indonesia.
Akhirnya
sampailah rombongan kapal dari makkah ini di Tanjung Priuk. Kemudian Ki Hamzah
pulang ke Cisoka. Di sepanjang jalan dari tangerang sampai Cisoka dia melihat
rombongan bebek yang digiring orang. Panjangnya iringan bebek ini tidak
putus-putus sampai Cengkudu. Menurut Ki Hamzah ini pertanda bahwa belanda pergi
dari Indonesia dengan hina seperti bebek-bebek itu.
LEBUR BERSAMA
TUHAN
Setelah
kemerdekaan Indonesia Syekh Astari di sapa Tuhan dengan cintanya. Ia majdzub
terserat cahaya rabbani. Yaitu keadaan di mana seorang hamba lebur membaur
bersama kasih sayang tuhan atau dalam dunia sufi di sebut fana fillah.
Keadaan di mana dunia beserta segala isinya tiadalah menarik hatinya kecuali
hanya mengharap cinta dan keridoannya. Keadaan di mana hati ini sudah tiada
memperdulikan lagi segala apa pendapat makhluk kepadanya kecuali hanya
pandangan Allah.
Keadaan di
mana asa dan rasa telah terbakar hangus oleh api cinta yang membara kepada
Allah. Hakikat terasa begitu Nampak tak berselimut gerhana basyariyah. Yang ada
hanya Tuhan, tiada yang lain lagi. Hati terasa begitu ringan tanpa beban.
Bersinar sejuk putih mempesona tiada tara. Tiada lagi hiqid terselip. Tiada
lagi luka akibat benci. Tiada noda hasad. Berkemilau bagai berlian. Dan anggun
bagai mutiara tanah Lombok.
Demikianlah
jalan hidup Syekh astari. Allah memilihnya untuk menjadi bagian dari
kekasihNya, wali-Nya yang menjadi oase bagi hamba-hambaNya di tengah gersangnya
kehidupan rohani.
Syekh astari
kemudian mewaqafkan hidupnya hanya untuk kebahagiaan sesame. Ia berkeliling
membangun masjid-masjid dan majlis taklim. Ia buka jalan-jalan baru untuk dapat
dilalui manusia. Ia membuat irigasi untuk pemandian masarakat dan pertanian. Ia
buat danau-danau kecil di depan masjid dan di tengah perkampungan.
KELUARGA
SYEKH ASTARI
Syekh Astari menikah beberapa kali. Di cakung beliau menikah dengan Nyi Aisah
mempunyai anak satu yaitu Ratu Asiroh. Kemudian menikah dengan putri Ki Misbah
Koper mempunyai anak Syekh Bakri. Dengan Nyi Dewi mempunyai anak Muhammad
Gaosul alam. Dengan Nyi Sabnah Koja mempunyai anak 5 yaitu: Muhammad nawawi,
Nyi suaroh, Maulana Yaudin (Badong), KH. Maujud dan Anwar Kamil.
RIWAYAT-RIWAYAT
TENTANG SYEKH ASTARI
Kehidupan yang indah. Itulah kesimpulan bila kita mengenang tokoh syekh Astari
cakung. Ketika masa hidup beliau setiap hari Kampung cakung ramai oleh para
peziarah yang ingin memohon do’a dan keberkahan dalam kehidupan mereka. Mulai
dari petani, pedagang, nelayan, pejabat tinggi sampai rendahan, anak-anak
semuanya ingin bertemu dengan syekh astari dan memohon petunjuk akan masalah
yang merek hadapi.
Setiap orang yang pernah berkunjung kepada beliau mendapatkan kesan yang begitu
dalam. Bahkan tak jarang mereka mendapatkan hal-hal gaib dan aneh yang berada
di luar aqal. Bisa dikatakan Syekh astari adalah Wali yang banyak Allah
dzahirkan keramatnya kepada manusia pada zamanya. Buku kecil ini bukanlah buku
penelitian juga bukan buku pencakup seluruh keramat-keramatnya karena waktu
yang tidak cukup untuk mendatangi para orang-orang yang memiliki kisah-kisah
indah bersama Syekh astari. Buku kecil ini hanyalah setetes embun dari segara
kisah tentang beliau.
Penulis akan memberikan beberapa kisah tentang syekh astari yang penulis
dapatkan dari orang-orang yang berada di lingkungan penulis saja.
Ustad Karman dari talok menyebutkan ada seorang pedagang minyak wangi dari
Balaraja mengaku selalu berdagang sepi dan rugi. Suatu ketika minyak wanginya
ini di ambil tanpa permisi oleh Syekh Astari. Sang pedagang ini membiarkan
saja. Lalu Syekh Astari menyemprotkan minyak wangi itu kepada orang-orang yang
ditemuainya. Setelah kejadian itu, dagangannya menjadi laris dan maju.
Ia juga meriwayatkan, ada dua orang dari bekasi meminta Ki Karsam (mertuanya)
untuk mengantar mereka ke Syekh astari. Setelah sampai rumah beliau, beliau
berkata sambil menghadap kiblat “ada orang yang ditunggu kuburan tigahari
lagi!” singkat cerita, dua orang dari bekasi ini pulang. Kebetulan tujuan ke
rumah mereka melewati kali, dan harus naik perahu bila mau samapai. Ternyata
perahu ini terbalik dan salah seorang di antara mereka meninggal tepat di hari
yang ketiga seperti yang dikatakan Syekh Astari.
Ia juga meriwayatkan pertemuan pertamanya dengan syekh astari. Setelah sampai
di hadapan syekh Astari, beliau berkata: “Alhamdulillah, saya kedatangan tamu
dari Petir, Rembang dan Cianjur”. Ustad Karman kaget, nama-nama daerah yang
disebutkan syekh astari itu adalah nama-nama tempat ia mesantren padahal ia
belum pernah bercerita di mana ia dulu mesantren.
ia juga mengkisahkan tentang rencana kondangan H. Abdul ghani dan rombongan ke
Petir. Karena mobil sudah penuh akhirnya Syekh astari yang berencana ikut di
tinggal karena tempat yang kosong hanya di belakang. Menurut H. Abdul Gani
tidak pantas syekh Astari duduk di belakang sedangkan di depan juga sudah ada
kiayi lain yang sudah duduk. Kebetulan syekh Astari belum datang. Akhirnya
mobil ini berangkat tanpa Syekh astari. Sampai renged tepatnya di ki buyut
Ketul mobil ini mogok. Para mekanik berusaha menservis mobil ini agar jalan,
tetap saja mobil ini mogok. Akhirnya setelah lama barulah H. abdul ghani ingat
bahwa ia telah meninggalkan Syekh astari, akhirnya Syekh astari disusul.
Setelah Syekh Astari duduk, mobil ini langsung menyala setelah di engkol.
Mang Udin dari cakung menyebutkan, dulu ia adalah seorang supir. Ketika ia mau
berangkat ke Jakarta di kandaggede ia diberhentikan oleh syekh Astari dan
memintanya untuk mengantarkan ke Koja-Bolang. Dia mengatakan tidak bisa karena
sedang buru-buru berangkat ke Jakarta. Secara tiba-tiba mobilnya mogok.
Orang-orang yang ada di sekitar jalan membantu mang udin mendorong mobil, tapi
tetap mogok. Akhirnya mang udin mempersilahkan Syekh astari duduk dalam mobil.
Kemudian mobil didorong lagi dan langsung menyala.
Mang Buang mengkisahkan, di Pesantren syekh astari ada sebuah pohon kelapa
tumbang. Para santri berusaha mengangkatnya. Karena kelapa ini besar mereka
tidak kuat. Pada waktu malam kemudian Syekh Astari keluar dari rumah. Mang
buang memperhatikan kemana Syekh astari malam-malam begini mengenakan kaos dan
celana komprang. Ternyata ia mendekati pohon kelapa yang tumbang itu. Kemudian
Syekh astari mendekatkan jempol kakinya ke pohon kelapa itu. Dan kemudian
menjungkitkan jempol kakinya. Subhanallah hanya dengan menjungkitkan jempol
kakinya akhirnya pohon kelapa ini terangkat sampai ketempat pembuangan.
ILMU LADUNI
SYEKH ASTARI
KH. Maujud bin Syekh Astari semasa hidup ayahnya diijahkan ilmu laduni.
Sekarang beliau berkenan mengijajahkan ilmu itu untuk di amalkan oleh kaum
muslimin dan muslimat.
KH. Maujud berkata:
“agar semua orang seneng belajar mengaji, kami senang sekali kalau wiridan ini
diamalkan oleh kaum muslimin dan muslimat agar mendapatkan rido dari Allah swt.
Saya ikhlas dan ridlo mengijajahkan wirid ini kepada muslimin dan muslimat”.
Wiridan itu seperti di bawah ini:
اللهما زدنى
علما نافعا لدنيا وفهما واسعا يا كاشف المشكلات و يا عالم السر والخفية اكشف عنى
وجوه هذه المعانى حتى اطلع الى حقيقة المسائل واحفظنى انت الموفق لأمرى وانت علام
الغيوب يا الله 3×, با فتاح 3× ... يا عليم 3× ... اللهما علمنى من لدنك علما
مخزونا
Lafadz terahir Allahuma allimni ilman makhzuna dibaca
sebanyak-banyaknya.
UANG BARU
SYEKH ASTARI
Semasa hidup Syekh Astari beliau sering membikin coretan dikertas untuk para
tamu yang mendatangi beliau. Beliau menyebut coretan kertas ini dengan uang
baru. Di dalamnya terdapat coretan berupa hurup-hurup dan angka-angka serta
beberapa kalimat.
Setelah wafatnya beliau uang baru ini banyak dicari orang. Beberapa keramat
uang baru ini dirasakan oleh masyarakat karena uang baru ini di tulis oleh
seorang waliyullah.
Ketika penulis berangkat haji banyak para jamaah yang memfoto copy uang baru
Syekh Astari ini untuk diletakan dalam koper haji. Kata penulis kepada mereka
walaupun memang uang baru ini diberikan keramat oleh Allah, tapi kalau hanya
fotocopy mungkin tidak akan manjur.
Setelah sampai bandara Jeddah, semua koper para jamaah yang ada fotocopy uang
baru Syekh astari ini selamat tidak mendapat pemeriksaan dari petugas bandara,
sedangkan koper penulis sampai dua kali dibongkar.
WAFATNYA
SYEKH ASTARI BIN MAULANA ISHAQ
Setelah perjalanan yang cukup panjang dalam kehidupan yang penuh keindahan,
Syekh Astari bin Maulana Ishaq kembali ke hadirat Al Rafiiq Al-a’la pada
hari jum’at jam 05 subuh taggal 28 Dzulqo’dah berbarengan dengan 24 juli
tahun 1987 dalam usia 99 tahun.
Sebelum meninggal KH. Maujud pada jam 04 subuh bertanya kepada Syekh
Astari dalam bahasa jawa: “Bah, isun ayun diwasiati napa?” (Ayah, saya mau
diwasiati apa?). kemudian syekh astari mengatakan:”Siramah kan wis diwasiati
nang abah sing dinginkah!” (Kamu kan sudah Ayah wasiati yang dulu itu). KH
Maujud berusaha mengingat-ingat apa yang pernah Syekh astari wasiatkan.
Akhirnya Syekh Astari mengingatkan bahwa yang ia wasiatkan adalah ayat:
فإن الله
لغني عن العالمين
Dibaca
sebelas kali setiap setelah solat lima waktu.
Langganan:
Postingan (Atom)